Jakarta – Risiko bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang umumnya masih dikelola secara konvensional perlu dikelola dengan baik. Disanalah asuransi berperan menjadi tameng disaat hantaman risiko itu dating dan menyelamatkan UMKM untuk membangun atau memperbaiki kembali bisnisnya.
PT BRI Asuransi Indonesia (BRINS) menyadari betapa pentingnya memberikan dukungan dan perlindungan kepada pelaku UMKM untuk keberlangsungan bisnis juga membangun ketahanan ekonomi nasional. Dari 65 juta pelaku UMKM, baru sebanyak 10% yang terproteksi asuransi mikro.
Keberlangsungan suatu usaha selalu dihadapkan dengan berbagai risiko. Pertumbuhan ekonomi yang mulai menunjukan tren positif juga bisa terganggu jika pelaku usaha terpapar risiko. Oleh karena itu para pelaku UMKM pun perlu memberikan perlindungan asuransi untuk usahanya.
“Pilar proteksi menjadi penting ketika bisnis sedang bertumbuh karena akan selalu ada risiko terhadap kelangsungan usaha, khususnya bagi para pelaku UMKM. Mereka rentan terpapar risiko namun kesadaran dan literasinya masih kurang.” kata Fankar Umran, Presiden Direktur BRINS pada sesi diskusi virtual dengan tema “Kebangkitan Sektor Keuangan” pada acara Economic Outlook 2022, Senin (22/11).
Salah satu eksposur dari tantangan saat ini adalah adanya risiko perubahan iklim. Dari sisi eksternal, risiko dari sektor lingkungan sangat besar dibanding aspek aspek politik, ekonomi, dan sosial. Setidaknya terdapat lima risiko yang kerap terjadi seperti cuaca ekstrem, diikuti climate action failure, human environmental damage, lalu ada penyebaran infeksi, dan biodiversity loss.
“Climate change itu perlu kita waspadai. Bahkan kalau melihat data dari BMKG, sudah 2.208 bencana sepanjang 2021 sampai dengan Oktober. Bencana yang paling tinggi itu adalah banjir, kemudian puting beliung. Ini kita memang kurang sadari, hubungannya dengan usaha, ini sangat berdampak pada usaha kecil khususnya yang berada di dalam wilayah banjir,” kata Fankar.
UMKM penyumbang 61% terhadap PDB dan menyerap tenaga kerja 97%, namun banyak UMKM yang belum menganggap penting proteksi terhadap usaha mereka, yang nyatanya sulit untuk bangkit saat terpapar risiko karena tidak punya cadangan untuk me-recovery usahanya secara mandiri.
Berikutnya, kata Fankar, inklusivitas asuransi faktanya masih kecil yakni di angka 13% berdasarkan data OJK. Dibandingkan dengan inklusi keuangan yang sudah 76% maka jaraknya sangat jauh dan tidak sebanding. Ada tantangan sekaligus potensi besar bagi pelaku di industri asuransi untuk kolaborasi serta Pelaku asuransi juga dihadapkan dengan tantangan untuk menjangkau para pelaku usaha kecil yang tersebar di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, penetrasi yang paling memungkinkan adalah kombinasi digital dan konvensional (hybrid model) untuk daya jangkau segmentasi yang lebih luas.
Empat model untuk bisa melakukan penetrasi secara masif dan efektif. Pertama adalah skema D2C (direct to customers) yaitu membuat aplikasi untuk kalangan digital native.
Karena model pertama memiliki keterbatasan, maka perlu model kedua yaitu B2B (business to business). Model ini merupakan kerja sama dengan institusi yang memiliki kanal supply chain memadai dengan UMKM, termasuk kerja sama melalui API untuk proses bisnis yang lebih efektif.
Ketiga adalah model B2B2C atau business to business to customers. Ketika model pertama dan kedua berjalan tapi belum maksimal, model ini memungkinkan menjangkau melalui kanal digital dan diteruskan dengan cara konvensional melalui kehadiran agen. Misalnya adalah agen bank yang kini menggunakan fasilitas digital tapi tetap menjangkau konsumen secara konvensional.
“Di Indonesia saat ini ada sekitar 2 juta agen bank. Kalau mereka mengakselerasi masing-masing 100 orang di lingkungannya, itu bisa kita hitung sendiri berapa banyak nasabah baru asuransi, peningkatan inklusi keuangan?” ujar Fankar.
Sedangkan model keempat yaitu memperbaiki proses bisnis masing-masing perusahaan asuransi umum supaya tidak tersendat ketika model yang sudah ada diterapkan. Revitalisasi proses bisnis dapat dilakukan secara digital sebagai proses pendukung aktivitas bisnis.
“Asuransi umum benteng pertahanan pelaku usaha menuju ketahanan ekonomi nasional. Maka asuransi umum harus terus meningkatkan kolaborasi untuk meningkatkan ketahanan nasional,” ucap Fankar.
Dia menambahkan, BRI Insurance optimistis kinerja akan semakin baik seiring dengan kredit perbankan dan situasi perekonomian di masa mendatang yang diproyeksi bergerak positif. Sampai saat ini, BRI Insurance mencatat telah menjangkau sebanyak 8 juta nasabah.(*)