Poin Pening
- ASPI menegaskan Payment ID penting untuk mencegah fraud dan memantau transaksi keuangan individu.
- Sistem ini terinspirasi studi banding ke Singapura, Tiongkok, dan Australia, mampu mendeteksi transaksi janggal dan gratifikasi.
- Payment ID berbasis NIK, integrasikan rekening bank, dompet digital, kartu kredit, pinjaman, dan investasi, kini masih terbatas pada penyaluran bansos.
Jakarta – Bank Indonesia (BI) saat ini tengah menguji coba sistem Payment ID, yang bertujuan memantau transaksi harian penduduk Indonesia. Namun, implementasinya sempat dipertanyakan terkait keamanan data dan keterbukaan informasi.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Santoso, menegaskan bahwa Payment ID memiliki manfaat penting, khususnya dalam mencegah terjadinya fraud.
“Payment ID ini salah satu (sistem) yang pernah digagas di regulasi dan industri. Objektifnya sebetulnya apa? Manfaatnya ini sebenarnya banyak. Salah satunya untuk pengendalian fraud,” terang Santoso dalam acara Infobank Institute bertajuk Digital “Payment & Security Outlook 2026-2030: Trends, Competitive Landscape and Forecast Insight”, Kamis, 20 November 2025.
Baca juga: BI Ungkap Masih Ada Bank yang Tidak Awasi Sistem Keamanan 24/7
Menurut Santoso, ASPI bersama regulator telah melakukan studi banding ke beberapa negara seperti Singapura, Tiongkok, dan Australia untuk mempelajari manfaat sistem Payment ID. Sistem ini dianggap mampu mendeteksi dugaan fraud dan gratifikasi.
Santoso mencontohkan Tiongkok, yang semakin hari semakin minim kriminalitas. Ia mengibaratkan Payment ID seperti kamera keamanan yang terus memantau gerak-gerik penduduk dan langsung menindak jika terjadi kejahatan.
“Kalau sudah begitu, siapa yang berani melakukan kejahatan? Dan begitu mereka ditangkap lalu masuk penjara, mereka ‘direndam’ dan keluar dalam keadaan ‘tidak utuh. Kasarnya begitu. Payment ID seharusnya seperti itu,” ungkap Santoso.
Baca juga: Laporan AMS AFTECH: Phising dan Fraud Masih Jadi Ancaman Fintech
Dalam pengembangannya, Santoso menegaskan bahwa Payment ID perlu penguatan sistem dan infrastruktur. Misalnya, implementasi know your customer (KYC) harus jelas, supaya bisa mengetahui siapa melakukan transaksi ke mana.
Contoh pemakaian Payment ID yang ASPI lihat yaitu memblokir transfer atau pemindahan uang yang tidak wajar. Jika Payment ID mendeteksi transaksi janggal, maka proses transfer bisa diblokir dan ditahan, sampai proses investigasi selesai.
“Dengan infrastruktur yang makin rapi, nanti bisa sampai blokir ke ekosistem. Masalahnya, proses transfernya adalah multi-transfer, dari satu pemain ke pemain lain. Itu yang harus bisa dibaca (Payment ID). Transfernya ini kemana, dan nanti diblokir di ujung,” tukasnya.
Sekilas Payment ID
Untuk diketahui, Payment ID adalah kode identifikasi unik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dikembangkan oleh BI. Payment ID bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh data transaksi keuangan individu dalam satu sistem.
Sistem ini bertujuan untuk menyatukan riwayat keuangan seseorang, seperti rekening bank, dompet digital, kartu kredit, pinjaman online, dan investasi. Peluncuran Payment ID kali pertama berlangsung pada 17 Agustus 2025 lalu.
Baca juga: Peluncuran Payment ID Ditunda, INDEF Ingatkan Pentingnya Perlindungan Data
Namun, saat ini, pemakaian Payment ID masih dalam skala terbatas dan belum meluncur secara penuh ke publik. Sejauh ini, implementasi Payment ID masih sebatas dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). (*) Mohammad Adrianto Sukarso










