Peningkatan NPL secara nominal mencapai lebih dari 60%. Sektor konstruksi dan perdagangan menjadi sektor-sektor penyumbang tingginya NPL. Apriyani Kurniasih.
Jakarta–Iklim ekonomi makro yang semakin tidak kondusif telah berimbas negatif kepada industri perbankan. Meningkatnya risiko akibat kondisi yang tidak mendukung ini telah memicu peningkatan kredit bermasalah perbankan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga April 2015, Non Performing Loans (NPL) perbankan melonjak dari Rp55,28 triliun pada April 2014 menjadi Rp92,14 triliun, atau meningkat sebesar 66,67%.
Ada sejumlah sektor yang memicu peningkatan NPL, diantaranya sektor konstruksi, sektor pedagangan, sektor perikanan, dan sektor pengolahan. Rasio NPL sektor kontruksi sudah melewati batas aman yang ditentukan regulator yang sebesar 5%. Hingga April 2015, rasio NPL kredit ke sektor ini mencapai 5,50%. Sementara itu, sektor-sektor yang masih aman dibiayai yang tercermin dari tingkat NPL yang masih terjaga diantaranya adalah sektor energi, pertanian, dan jasa.
NPL kredit ke sektor konstruksi mengalami peningkatan sebesar 58,94% dari Rp96,46 triliun pada 2014 menjadi Rp153,32 triliun. Sementara itu, jumlah kredit bermasalah pada sektor pengolahan naik sebesar 47,31% menjadi Rp674,54 triliun. Selanjutnya, peningkatan jumlah rasio kredit bermasalah juga dialami di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, jasa pendidikan dan jasa perorangan.
Potensi peningkatan NPL ini gelagatnya sudah tercium pada akhir tahun lalu. Penyebabnya diantaranya adalah karena ada beberapa sektor usaha yang mengalami perlambatan bisnis, dan ada pula beberapa sektor yang risikonya meningkat.
Berdasarkan data birI dalam rating 118 bank versi Infobank, hingga 2014, ada 14 bank yang NPL-nya diatas 5%. Dari keempat belas bank tersebut, 5 diantaranya adalah bank syariah, 3 bank merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan sisanya adalah bank swasta dan bank campuran.
Suwignyo Budiman, Direktur BCA mengatakan, meningkatnya rasio kredit bermasalah merupakan dampak dari adanya perlambatan ekonomi nasional. Kendati begitu, Suwignyo juga mengatakan bahwa sejauh ini, peningkatan kredit macet tersebut masih terjaga.
Untuk mengantisipasi potensi terjadinya lonjakan NPL, sejumlah bank memilih untuk lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya. Tak hanya, itu, bank-bank juga mulai mempertebal brangkas pencadangannya. Kondisi makro yang tak mendukung direspon sejumlah bank dengan merevisi rencana bisnis bank sehingga secara umum, target pertumbuhan kredit sepanjang 2015 akan ikut terkoreksi.