Alumni Bank Mandiri dan BRI tersebar hampir di semua institusi keuangan dan perbankan nasional. Sebagian di antaranya duduk sebagai direksi. Sekadar duduk atau membawa misi? Darto Wiryosukarto
“Lulusan FE UI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) sial-sialnya jadi menteri,” celetuk Budi Gunadi Sadikin, saat menjadi dosen tamu pada kuliah umum di Institut Pertanian Bogor (IPB), 22 Oktober 2015. BGS, sapaan Direktur Utama Bank Mandiri itu, melontarkan joke gokil untuk menggambarkan betapa almamater mempunyai peran besar dalam membentuk karier seseorang. “IPB dulunya juga UI. Fakultas Pertanian UI di Bogor,” lanjut alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Lain di kampus, lain pula di dunia perbankan. Di industri layanan jasa keuangan ini, Bank Mandiri menjadi salah satu bank yang memiliki peran seperti FE UI dalam mencetak “calon menteri”. Namun, jika “lulusan FE UI sial-sialnya jadi menteri” karena memang banyak alumninya yang jadi menteri, “lulusan Bank Mandiri sial-sialnya jadi direksi” karena banyak alumninya yang duduk di kursi direksi.
Ini bukan mengada-ada. Berdasarkan catatan Biro Riset Infobank (birI), sejak berdiri pada 1999, Bank Mandiri memiliki sedikitnya 55 alumni yang saat ini duduk di kursi dewan direksi maupun dewan komisaris, baik di perbankan, asuransi, badan usaha milik negara (BUMN), maupun perusahaan swasta. Pada usianya yang baru 16 tahun, Bank Mandiri terbilang sukses dalam mengelola sumber daya manusia (SDM)-nya. Jika dulu yang merajai industri perbankan nasional adalah “Gang Citibank” dan “Gang Niaga”, kini peran itu diambil alih Bank Mandiri. “Gang Mandiri”.
Tak percaya? Coba tengok deretan nama dan jabatannya berikut ini: Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI); Riswinandi, Direktur Utama Pegadaian; Handayani, Direktur Garuda Indonesia; Sunarso, Wakil Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI); Maryono, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN); Kostaman Thayib, Direktur Utama Bank Mega; J.B. Kendarto, Komisaris Bank Mega; serta Mansyur S. Nasution dan Iman Nugroho Soeko, Direktur BTN.
Mereka semua adalah mantan eksekutif di Bank Mandiri. Itu belum termasuk yang saat ini duduk di grup Mandiri, seperti di BSM, AXA Mandiri Financial Service, Mandiri Inhealth, Mandiri Sekuritas, Mandiri Tunas Finance, Mandiri Manajemen Investasi, dan Bank Mantap.
Yang menarik, saat ini setidaknya ada 11 alumni Bank Mandiri yang duduk di kursi direksi dan komisaris bank pembangunan daerah (BPD). Dari ke-11 orang itu, tujuh di antaranya duduk sebagai direktur utama. Mereka adalah Kresno Sediarsi, Direktur Utama Bank DKI; Mangkoe Sasmito, Direktur Utama Bank Lampung; Subekti Heriyanto, Direktur Utama Bank Jambi; Edie Rizliyanto, Direktur Utama Bank Sumut; Komari Subakir, Direktur Utama Bank NTB; dan Bambang Setiawan, Direktur Utama Bank DIY.
Bagaimana dengan BRI, kompetitor terdekat Bank Mandiri? Meski telah berusia 120 tahun, BRI belum mampu mengimbangi Bank Mandiri dalam hal pengembangan jaringan “gangnya”. Menurut catatan Biro Riset Infobank, ada 30 alumni BRI yang saat ini aktif sebagai direksi maupun komisaris di berbagai perusahaan. Sebagian besar berada di empat anak perusahaan, yakni Asuransi Bringin Sejahtera Artamakmur, BRI Agroniaga, Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, dan BRI Syariah.
Selebihnya ada di Bank Negara Indonesia atau BNI (Achmad Baiquni dan Rico Rizal Budidarmo), Bank Central Asia atau BCA (Djohan Emir Setijoso dan Suwignyo Budiman), BTN (Sis Apik Wijayanto), dan Bank Yudha Bhakti (Arifin Indra Sulistyanto). Meski sedikit, BRI sukses “menempatkan” alumninya di beberapa BUMN strategis, seperti PLN (Sofyan Basir), Bulog (Djarot Kusumayakti), dan Jamkrindo (R. Sophia Alizsa).
Alumni yang tersebar di berbagai institusi tak hanya membuktikan bahwa bank tersebut mampu mencetak SDM unggul. Namun, di lain sisi, bisa menjadi sinyalemen seberapa luas jejaring bisnis bank tersebut. Apalagi jika jejaringnya ada di BUMN-BUMN strategis yang mengelola bisnis dan dana besar.
Pertanyaannya, apakah para alumni yang “ditempatkan” di BUMN-BUMN strategis itu memiliki misi khusus dari “almamaternya”? Mau tahu? simak di Majalah Infobank edisi November 2015. (*)