Alarm Bahaya dari PMI Manufaktur, Para Bankir Perlu Kencangkan Sabuk Pengaman

Alarm Bahaya dari PMI Manufaktur, Para Bankir Perlu Kencangkan Sabuk Pengaman

Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank

BADAI pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda Indonesia belum usai. Jumlah orang yang terkena PHK sepanjang 2023 yang mencapai 64.000 orang akan berlanjut tahun ini. Kementerian Tenaga Kerja mencatat jumlah PHK enam bulan pertama 2024 mencapai 32.064 orang. Menurut Biro Riset Infobank dalam kajian Rating 105 Bank versi Infobank 2024, badai PHK akan memengaruhi kinerja perbankan melalui dua jalur.

Satu, melemahnya market demand yang memengaruhi penjualan sektor riil yang merembet ke sektor jasa perbankan baik secara langsung maupun tidak. Secara langsung akan berdampak kepada kredit konsumsi seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan pembiayaan kendaraan bermotor. Secara tidak langsung karena dunia usaha berada dalam kurva menurun sehingga mengurangi operasinya karena menurunnya penjualan hingga mengurangi tenaga kerja.

Alarm industri manufaktur menyala karena jeblok dari posisi ekspansi menjadi posisi terkontraksi. Indikatornya dari PMI manufaktur yang melemah dari 50,7 per Juni 2024 menjadi 49,3 per Juli 2024. Kontraksi ini merupakan yang pertama kali terjadi setelah 34 bulan berturut-turut PMI manufaktur Indonesia dalam posisi ekspansi.

Baca juga: PMI Manufaktur RI Anjlok, Sri Mulyani Bilang Begini

Dua, meningkatnya risiko gagal bayar seperti ditandai bertambah kredit berkualitas rendah di perbankan. Loan at risk (LAR) yang telah menurun dari 13,87 persen pada 2022 menjadi 10,94 persen per Desember 2023, sudah merangkak naik lagi menjadi 11,04 persen per April 2024. Pada saat yang sama kredit bermasalah pun meningkat seperti terlihat dari rasio non performing loan (NPL) dari 2,19 persen per Desember 2023 menjadi 2,33 persen per April 2024.

Para bankir pun telah mengenakan sabuk pengaman. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit yang sepanjang 2023 berkurang terpangkas Rp16,48 triliun menjadi Rp333,04 triliun, pada empat bulan pertama April 2024 bertambah lagi sebesar Rp6,19 triliun menjadi Rp339,23 triliun.

Maka, kemampuan para bankir menjinakkan ancaman NPL menjadi sangat penting agar kinerja bank yang pasca pandemi bisa tumbuh selama tiga tahun berturut-turut bisa berlanjut hingga akhir 2024. Menjaga kuda-kuda permodalan juga sangat penting bagi bank yang kinerjanya lemah untuk menghadapi badai PHK dan alarm bahaya dari PMI manufaktur Indonesia.

Betul bahwa permodalan bank makin besar sebagaimana capital adequacy ratio (CAR) yang mencapai 25,97 persen atau modal yang ada banyak yang tidak produktif. Bahkan, 72 bank beraset kurang dari Rp50 triliun memiliki capitalo adequacy ratio (CAR) rata-rata 48,88 persen namun terus didorong untuk terus memperkuat permodalan.

Selain menghadapi cuaca makro yang masih diwarnai suku bunga tinggi, bank-bank juga harus memiliki permodalan yang memadai untuk memastikan mereka mampu memperkuat infrastruktur teknologinya terutama dalam mengadapi ancaman siber.

Baca juga: Perbankan Harus Lebih Agile Hadapi Tantangan dan Peluang Ekonomi Masa Depan

Menurut Biro Riset Infobank, ada 62 bank dalam KBMI-1 atau bermodal kurang dari Rp6 triliun. Kendati sudah memenuhi ketentuan modal inti minimal Rp3 triliun pada 2022, tapi penguatan modal harus terus dilakukan sebagai kebutuhan pertumbuhan bisnis. Termasuk 17 bank Pembangunan daerah (BPD) yang sampai akhir 2023 modal intinya masih kurang dari Rp3 triliun yang secara regulasi harus dipenuhi pada akhir 2024.

Lantas, bagaimana prospek pertumbuhan laba perbankan 2024 setelah tahun lalu industri ini menikmati pertumbuhan laba hingga 20,57 persen menjadi Rp243,32 triliun? Bank mana yang labanya akan terus tumbuh dan bank mana yang labanya akan terhempas oleh badai PHK? Bank mana yang akan kembali pesta dividen dan membuat pemiliknya tersenyum lebar? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 556 Agustus 2024.

Related Posts

News Update

Top News