Jakarta – Saham perbankan masih tercatat mengalami penguatan sampai dengan 23 Febuari 2021. Hal tersebut tercermin dari posisi Indeks acuan saham perbankan (Indeks infobank15) yang berada di level 1.048,43, atau secara year to date (YTD) mengalami penguatan 5,54%. Pencapaian tersebut sedikit menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dimana Indeks infobank15 sempat berada di level level 1.078,54 atau secara YTD meningkat sebesar 8,57%.
Tekanan yang terjadi tersebut seiring aksi ambil untung yang dilakukan investor pasca berakhirnya fenomena January effect. Seperti diketahui, January effect sendiri merupakan fenomena tahunan pada pasar modal, yang mana harga saham-saham membukukan kinerja positif di bulan pertama.
Seperti diketahui, memasuki awal tahun 2021, IHSG terlihat mulai tancap gas, dimana berdasarkan data yang dihimpun infobank, awal perdagangan di 2021 IHSG berhasil ditutup kembali ke level 6000, atau tepatnya 6.104,89 dan hingga 25 Januari 2021, posisi IHSG telah berada di level 6.258,57.
Dengan tancap gasnya harga saham dipasar modal, termasuk saham bank, investorpun melakukan aksi profit-taking secara besar-besaran. Hal tersebut terjadi jelang berakhirnya bulan Januari periode tanggal 21-29, dimana posisi IHSG sempat anjlok 7 hari berturut-turut dari level 6.400 menuju 5.800. Setelah itu, kondisi mulai berangsur pulih sedikit demi sedikit dan IHSG pun kembali berada di level 6.272,80 hingga 23 Febuari 2021.
Lalu bagaimana prospek kedepan dengan saham perbankan? Bank Indonesia (BI) sendiri mencatat penyaluran kredit perbakan pada Januari 2021 sebesar Rp5.399,1 triliun, atau masih terkontraksi -2,1% (yoy). Namun pertumbuhan tersebut tidak sedalam kontraksi bulan sebelumnya di level -2,7%, (yoy).
BI menilai, perbaikan kinerja kredit perbankan disebabkan oleh perbaikan kredit kepada debitur korporasi dan perorangan. Kredit kepada korporasi tercatat mengalami perbaikan, dari -5,1% (yoy) pada Desember 2020 menjadi -4,1% (yoy) pada Januari 2021. Sementara itu, penyaluran kredit pada debitur perorangan meningkat dari 0,5% (yoy) menjadi 0,6% (yoy) pada bulan laporan.
Terakhir, BI juga memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,25%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, suku bunga terendah sepanjang sejarah ini guna mempertimbangkan pemulihan ekonomi dan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga.
“Memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,50%,” kata Perry Warjiyo melalui video conference.
Perry menilai bahwa pemulihan ekonomi nasional dan global masih akan terus berlanjut pada 2021. Meskipun begitu dalam targetnya BI memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada kisaran 4,3% hingga 5,3%. Padahal, sebelumnya BI optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada di kisaran 4,8% hingga 5,8%.
Meski begitu, Perry menilai, inflasi 2021 akan tetap rendah dan terkendali berada pada sasaran 3% (+-1%). Dengan begitu, daya tarik aset keuangan domestik akan tetap tinggi.
Sementara untuk rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Desember 2020 dinilai tetap tinggi sebesar 23,81%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah, yakni 3,06% (bruto) dan 0,98% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang longgar dan pertumbuhan DPK yang tinggi sebesar 10,57% (yoy), perbaikan fungsi intermediasi dari sektor keuangan belum kuat, tercermin dari kontraksi kredit pada Januari 2021 sebesar 1,92% (yoy) dibandingkan dengan kontraksi 2,41% (yoy) pada Desember 2020.
Kedepannya, BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Seperti diketahui, Indonesia sejauh ini masih berjuang keluar dari tantangan pandemi covid-19. Kendati demikian, ekonomi Indonesia tetap dinilai masih akan bertumbuh tahun ini. Perekonomian akan pulih dari resesi dengan tersedianya vaksin Covid-19 yang akan meningkatkan angka kesembuhan dan membantu pemerintah mengendalikan pandemi.
“Faktor ketersedian vaksin akan menentukan langkah dan pola pemulihan. Pemerintah saat ini tengah mempercepat distribusi vaksin kepada masyarakat secara bertahap. Sebagaimana target pemerintah, vaksinasi kepada sekitar 181,5 juta penduduk Indonesia dilakukan dalam jangka waktu 15 bulan, sejak Januari 2021 hingga Maret 2022. Harapannya, dengan vaksin tersebut tercipta herd immunity dan ekonomi berangsur pulih,” kata Economist, Bank Amar Indonesia, Rachel Elizabeth Hosanna.
Investor diharapkan tetap waspada dan hati-hati sebelum membeli saham. Ada baiknya, investor perlu memperhatikan kondisi fundamental dan history harga saham perusahaan sebelum masuk atau membelinya. Untuk saham perbankan, khususnya saham perbankan unggulan sendiri tercatat memiliki fundamental kuat dan selalu menghasilkan laba.
Saat ini konstituen Indeks infobank15 sendiri diisi oleh saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Indonesia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN), PT BPD Jawa Timur Tbk (BJTM), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank BTPN Tbk (BTPN), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS), PT Bank Mega Tbk (MEGA), PT Bank Permata Tbk (BNLI), PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), dan Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA).
BEI dan majalah Infobank akan melakukan peninjauan berkala atas komponen Indeks Infobank15 dengan melihat penilaian dari rating bank dan ukuran good corporate governance, serta memerhatikan aktivitas transaksi seperti nilai transaksi, frekuensi transaksi, jumlah hari transaksi, kapitalisasi pasar, rasiofree float saham. (*)