Jakarta – Rencana Kementerian Badan Usaha Milik negara (BUMN) yang tengah mengarahkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) untuk mencaplok Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) atau BTN Syariah dinilai akan memperkuat pasar pembiayaan syariah di Indonesia.
“Sekenario ambil alih BTN syariah juga diharapkan dapat membuat pasar syariah kedepan semakin berkembang. Oleh sebab itu saya menghimbau, akuisisi ini harus bisa dilakukan smooth, dan sesuai GCG,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi seperti dikutip, 10 Juni 2022.
Dia mengatakan langkah tersebut perlu dilakukan guna memperkuat kapasitas bank berkode saham BRIS tersebut di kancah global. “Itu langkah strategis karena tren sat ini bank-bank sudah harus melakukan konsolidasi. Saya juga melihat upaya BSI ini bisa mendorong rencana BSI yang mau menjadi bank 10 besar bank syariah di dunia,” jelas Fathan.
Melihat hal itu, ia pun menghimbau agar proses akuisisi ini bisa dijalankan dengan smooth, transparan dan sesuai dengan good corporate governance. Kondisi tersebut dilakukan agar segala prosesnya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan konsolidasi ini merupakan visi pemerintah untuk terus mendorong penguatan ekonomi dan perbankan syariah melalui BSI. Dengan demikian BSI dapat memperbesar dan memperkuat posisinya dalam hal kapitalisasi pasar.
Tiko melanjutkan bahwa untuk memperkuat perbankan dan ekosistem ekonomi syariah, konsolidasi menjadi penting sehingga BSI dan UUS BTN tidak berjalan masing-masing. Selain itu, aset juga dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi.
“BSI pun dapat menjadi bank syariah yang lebih modern dan dapat memenuhi kebutuhan generasi milenial. Harapannya akuisisi customer baru lebih cepat karena jangkauan pasar dan nasabah menjadi lebih luas,” kata Tiko.
Integrasi itu pun dinilai merupakan amanat Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam UU tersebut ditetapkan Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional (BUK) harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan UU.
Artinya, UUS harus terpisah dari induk BUK sebelum 2023 berakhir. Kewajiban ini juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50 persen dari total nilai bank induk. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mencabut izin usaha Sertifikat Badan Usaha (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1). (*)