Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan, potensi industri fintech peer to peer lending (fintech pendanaan) di Indonesia masih sangat besar. Hal tersebut terbukti dari masih tingginya gap kebutuhan kredit di masyarakat yang mencapai Rp1.650 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dari keseluruhan gap kebutuhan kredit yang mencapai Rp2.650 triliun, industri jasa keuangan konvensional hanya mampu memenuhi sekitar Rp1.000 triliun saja.
“Jadi kredit GAP terbaru semakin lebar jadi Rp1.650 triliun dalam setahun. Ada kredit gap artinya ada kapasitas kebutuhan untuk menerima atau kebutuhan pinjaman tapi tidak terlayani oleh lembaga jasa keuangan yang konvensional,” kata Kuseryansyah melalui diskusi virtual AFPI di Jakarta, Jumat 21 Mei 2021.
Dirinya juga mengungkapkan, dari fintech pendanaan yang telah terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru menyumbang porsi sekitar Rp74 triliun pada akhir tahun 2020 lalu.
Kuseryansyah berharap, dengan pesatnya perkembangan digital saat pandemi seperti ini dapat terus mempersempit adanya gap kebutuhan kredit di masyarakat.
“Kredit gap baru kita isi 4% sampai 5% dan tentunya ini terus kita tingkatkan. Karena potensi kebutuhan pendanaan masyarakat individu dan usaha besar gapnya tinggi sekali,” pungkasnya.
Sebagai informasi saja, berdasarkan data OJK sampai dengan 6 April 2021, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 146 perusahaan. (*)
Editor: Rezkiana Np