Jakarta – Industri asuransi umum Indonesia masih memiliki beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan dengan pihak regulator. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, dalam Konferensi Pers Kinerja AAUI Kuartal I 2024 di Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.
Salah satu pekerjaan rumah yang sedang dikerjakan adalah penyesuaian tarif asuransi kendaraan bermotor dan asuransi harta benda, termasuk gempa bumi.
“Ini sudah masuk tahap finalisasi. Mudah-mudahan di kuartal III (rampung),” ujar Budi.
Ia mengatakan, penyesuaian tarif ini dianggap krusial untuk memastikan bahwa premi yang dibayarkan oleh nasabah mencerminkan risiko yang sebenarnya dan tetap kompetitif di pasar.
Baca juga: AAUI Dorong Pemilik Kendaraan Wajib Punya Asuransi TPL
Selain penyesuaian tarif, Budi juga mengungkapkan PR berat yang dihadapi industri terkait implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117.
Implementasi standar akuntansi baru ini diharapkan akan meningkatkan transparansi dan akurasi laporan keuangan perusahaan asuransi, namun memerlukan perubahan signifikan dalam praktik akuntansi yang ada.
Menurutnya, proses ini cukup berat. Hal ini lantaran ada tantangan lainnya yaitu peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang akan berlaku pada 2026 dan 2028, yang mewajibkan perusahaan asuransi umum untuk menyetor modal minimum masing-masing Rp500 miliar dan Rp1 triliun.
Baca juga: Naik 15,3 Persen, Premi Industri Asuransi Umum Tembus Rp103,867 Triliun
“Kalau tidak bisa memenuhi ada pembatasan yang sifatnya mungkin seperti Liga di pertandingan bola,” jelas Budi.
Ini berarti perusahaan yang tidak dapat memenuhi persyaratan modal minimum akan dibatasi operasinya, mungkin seperti turun kelas dalam liga sepak bola.
Untuk menghadapi tantangan ini, AAUI sedang melakukan kajian teknis dan mengajukan usulan kepada regulator. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa industri asuransi umum dapat terus tumbuh dan bertahan.
“Bagaimana agar industri asuransi umum ini bisa tumbuh, bisa survive. Yang nanti ada di Liga 2 bisa masuk Liga 1. Dan yang ada di Liga 1 bisa stay di posisi itu,” pungkasnya. (*) Alfi Salima Puteri