Keuangan

AAUI Beberkan Tantangan Industri Asuransi Umum di 2025

Jakarta – Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Muhammad Iqbal mengungkapkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi industri asuransi umum di 2025.

Salah satunya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Di mana, perusahaan asuransi tak bisa melakukan pembatalan klaim asuransi secara sepihak.

“Salah satu tantangan yang akan kita hadapi di 2025 yakni berkaitan dengan keputusan MK 251. Ini juga yang harus kita sikapi secara asosiasi dan industri asuransi umum,” katanya dalam acara Infobank Multifinance Connect 2025 bertajuk “Improving Multifinance Industry Competitiveness through Service Management and Efficiency”, di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025.

Baca juga : AAUI Masih Kaji Dampak hingga Pengetatan Aturan Pasca Putusan MK Pasal 251 KUHD

Saat ini, kata dia, pihaknya tengah menunggu boarding polis baru yang nantinya akan diresmikan oleh regulator untuk mengantisipasi putusan MK terhadap KUHD 251.

“Nanti akan diresmikan boarding polis oleh regulator di industri asuransi umum untuk mengantisipasi putusan MK terhadap KUHD 251,” jelas pria yang juga menjabat sebagai direktur keuangan PT Orion Reasuransi.

Lanjutnya, kendala lain yang dihadapi industri asuransi, yakni pemberlakuan aturan tarif asuransi bagi beberapa lini perusahaan. 

Menurutnya, beberapa perusahaan asuransi umum sudah intens berdiskusi dengan regulator, utamanya yang berkaitan dengan tarif empty product yang disesuaikan dengan geografis Indonesia.

Baca juga : Respons Putusan MK, OJK Beri Sinyal Bakal Perketat Aturan Polis

“Jadi kemungkinan tarif polisnya tidak akan sama antara satu wilayah dengan wilayah lain di Indonesia. Ini menjadi arahan terakhir dari regulator seperti itu yang pada akhirnya tantangannya ada di combine ratio,” ujarnya.

Kendala selanjutnya menyoal perhitungan pencadangan tata kelola usaha dan manajemen risiko dan juga pelemahan daya beli, serta penetrasi asuransi rendah.

“Ada yang bilang angka inklusivitas asuransi saat ini memasukan BPJS ke dalam asuransi umum. Jadi kita harus didiskusikan kembali dengan regulator,” terangnya.

Kendala terakhir, kata dia, soal digitalisasi, kesiapan infrastruktur dan keamanan data. Ia menerangkan, di industri asuransi umum sendiri ada dua pemain khusus digital, lalu ada 3 pemain untuk asuransi semua.

“Ini adalah izin yang diberikan untuk menjalankan asuransi digital. Namun saat ini penetrasinya masih 2 persen dari total pendapatan asuransi umum. Jadi, ini tantangannya,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

2 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

3 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

5 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

6 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

6 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

9 hours ago