Jakarta – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan bahwa industri asuransi jiwa telah membayarkan total klaim dan manfaat sebesar Rp38,16 triliun kepada 3,74 juta orang selama periode Januari hingga Maret 2025.
Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen, menjelaskan bahwa angka total klaim itu turun 11,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat senilai Rp42,93 triliun.
“Hal itu ditopang oleh turunnya klaim partial withdrawal dan surrender yang masing-masing mencatatkan nilai Rp3,72 triliun dan Rp19,20 triliun. Ini juga menunjukkan adanya kestabilan yang mulai terbentuk dalam perilaku nasabah,” ujar Karin dalam konferensi pers AAJI di Jakarta, Rabu, 4 Juni 2025.
Baca juga: Investasi Asuransi Jiwa Capai Rp541 Triliun di Maret 2025 Meski Pasar Bergejolak
Di sisi lain, Karin menyatakan terdapat hal yang perlu disoroti, yakni untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, klaim asuransi kesehatan mengalami penurunan sebesar 2,2 persen dengan total Rp5,83 triliun.
“Meskipun tercatat menurun, kami masih terus melakukan monitor perkembangan angka klaim kesehatan ke depan. Kami berharap reformasi sistem kesehatan melalui kolaborasi lintas sektor dapat mengendalikan inflasi biaya kesehatan,” imbuhnya.
Regulasi Baru Dorong Transformasi Asuransi Kesehatan
Adapun Karin juga menyampaikan bahwa implementasi SEOJK No.7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan diharapkan menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang lebin bai dengan tetap memberikan pelindungan kepada masyarakat secara optimal.
Regulasi tersebut akan diberlakukan mulai 1 Januari 2026, dan seluruh perusahaan asuransi wajib menyesuaikan produknya paling lambat 31 Desember 2026.
“Regulasi ini memperkenalkan ketentuan co-payment yaitu sebagian biaya yang perlu ditanggung oleh nasabah sebagai pasien ketika mendapatkan perawatan kesehatan sebesar 10 persen dari total biaya pengobatan,” ujar Karin.
Baca juga: AAJI Catat Pendapatan Premi Industri Capai Rp47,45 Triliun di Q1 2025
Oleh karena itu, menurutnya untuk menangani tingginya inflasi medis ini perlu adanya kolaborasi dari seluruh pihak dalam mendukung ekosistem asuransi kesehatan termasuk dari nasabah, sehingga ketika nasabah menjalani perawatan medis dapat lebih kritis dalam menentukan perawatan yang sesuai dengan kebutuhannya. (*)
Editor: Yulian Saputra










