Jakarta – Mulai 1 Januari 2026, masyarakat yang memiliki asuransi kesehatan harus bersiap menanggung sebagian biaya saat mengajukan klaim. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang diteken OJK pada 19 Mei 2025.
Salah satu poin utama dalam regulasi ini adalah penerapan skema co-payment, yaitu mekanisme di mana nasabah diwajibkan menanggung minimal 10 persen dari total klaim. Besaran co-payment tersebut dibatasi maksimal Rp300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan, dan maksimal Rp3 juta untuk rawat inap.
Baca juga: AAJI Catat Total Klaim Industri Asuransi Jiwa Turun 11,1 Persen hingga Maret 2025
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menyatakan bahwa co-payment bukanlah hal baru, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
“Co-payment ini adalah mekanisme pertanggungan asuransi yang sudah ada sejak lama. Bukan sesuatu yang baru, dan bukan hanya diterapkan di Indonesia. Banyak negara juga mengadopsi skema serupa,” jelas Budi dalam konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal I 2025 di Jakarta, Rabu, 4 Juni 2025.
Contoh dan Manfaat Skema Co-Payment
Ia mencontohkan, dalam asuransi kendaraan atau properti, sudah lazim nasabah menanggung sebagian biaya klaim terlebih dahulu sebelum sisanya dibayar oleh perusahaan asuransi. Skema serupa, lanjutnya, juga sudah berlaku pada beberapa polis asuransi kesehatan di Indonesia, meski belum diatur secara umum oleh regulator.
Menanggapi kekhawatiran publik soal beban tambahan yang harus ditanggung, Budi menegaskan bahwa adanya batas maksimal nilai co-payment membuat beban tersebut tetap terkendali.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Pengesahan 80 Ribu Badan Hukum Koperasi pada Juni 2025
“Kalau rawat jalan misalnya biayanya Rp1 juta, maka 10 persen dari itu hanya Rp100 ribu. Tapi meskipun biayanya Rp5 juta, nasabah hanya perlu membayar Rp300 ribu karena ada batas maksimal,” ujarnya.
Premi Lebih Terjangkau dengan Co-Payment
Ia juga mengatakan bahwa regulasi ini justru membuka peluang bagi masyarakat untuk memperoleh premi asuransi yang lebih terjangkau.
“Dengan skema co-payment, perusahaan asuransi bisa menawarkan premi yang lebih murah dibandingkan produk yang menanggung seluruh biaya klaim,” ungkapnya.
Menurutnya, logika aktuaria akan menyesuaikan harga premi dengan tingkat pertanggungan. Artinya, polis yang menanggung klaim 100 persen akan memiliki premi lebih tinggi dibandingkan yang hanya menanggung 90 persen.
Budi pun optimistis, penerapan aturan baru ini bisa meredam laju kenaikan premi tahunan. (*) Alfi Salima Puteri