Kucuran kredit perbankan ke sektor properti belum bisa mengalir deras pada 2016. Kendati Bank Indonesia telah memperketat kran regulasi KPR inden, perbankan dan konsumen harus berhati-hati dengan perilaku pengembang yang ingkar janji. Jika bank diawasi BI dan OJK, lalu siapa yang mengawasi ribuan pengembang properti?
Sebab, ternyata banyak konsumen maupun lembaga perbankan yang kecolongan oleh tindakan pengembang yang ingkar janji. Karena tidak adanya standar maupun regulasi di industri properti, maka banyak pengembang yang sepak terjangnya merugikan konsumen, bahkan banyak bank yang sudah menerapkan sistem mitigasi risiko pun kecolongan. Sejumlah bankir mengaku selalu ada pengembang yang coba-coba menipu. Pengembang pun seperti “powerful” sehingga bank-bank pun sungkan mempublikasikan nama-nama pengembang yang tidak bisa memenuhi kewajibannya baik kepada bank maupun konsumen.
Berdasarkan penelusuran dan sumber Infobank lain, ada sejumlah proyek “bermasalah” yang dikembangkan oleh sejumlah perusahaan properti, seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Banjarmasin, hingga Makasar. Permasalahan yang timbul terkait dengan tiga hal. Satu, terkait fisik bangunan, yang meliputi waktu, spesifikasi serta kualitas bangunan yang tidak sesuai janji. Dua, terkait dengan surat-menyurat seperti sertifikat dan izin mendirikan bangunan (IMB) yang molor dan tidak sesuai janji. Tiga, terkait dengan manajemen, misalnya terjadi konflik antarpengurus yang memengaruhi performance perusahaan sehingga membuat perusahaan tidak bisa meme-nuhi kewajiban atau komitmen-nya. “Kalau soal fisik dan surat merugikan end user, maka kalau masalah manajemen itu bank yang dirugikan,” ujar seorang bankir kepada Infobank.
(Baca selengkapnya di laporan utama Majalah Infobank edisi Cetak Nomor 443 Desember 2015)