Jakarta — Dari total 63 perusahaan penyelenggara layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi atau financial technology (fintech) terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per tanggal 8 Juni 2018, hanya satu perusahaan fintech yang telah resmi terdaftar dan mendapatkan izin operasional.
Sebelumnya, hingga pertengahan Agustus 2018, ada 5 fintech yang dibatalkan status terdaftarnya oleh OJK. Menurut Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech, Hendrikus Passagi, pembatalan status terdaftar disebabkan para pelaku fintech yang melakukan beberapa pelanggaran. Seperti melakukan perubahan pemegang saham.
“Kelimanya merubah pemegang saham tanpa persetujuan OJK. Gagal atau tidaknya Fintech Lending ditentukan oleh siapa yang mengendalikan perusahaan itu. Kalau salau dikendalikan maka lahir fintech peer-to-peer lending yang sakit,” ujarnya saat ditemui infobank, Kamis (16/08).
Baca juga: Inkonsistensi Aturan Fintech Ditengah Target Inklusi Keuangan 75%
Selanjutnya, OJK telah mengamati 5 area pengendalian internal dari perusahaan fintech yang mendaftar. Pertama, pengendalian internal di bidang kelembagaan, kedua, pengendalian di bidang bisnis model dan manajemen resiko, ketiga, pengendalian platform sistem informasi dan resiko, keempat, pengendalian dalam rangka perlindungan konsumen, terakhir, pengendalian dalam rangka pencegahan pendanaan terorisme dan pencucian uang.
Hendrikus menambahkan, OJK tidak membatasi perusahaan fintech baru yang ingin mengajukan pendaftaran. Namun, pihaknya tetap berhati-hati dengan mengambil pelajaran dari kejadian fintech ilegal di China dan informasi mengenai jerat pinjaman online.
“Fintech lending harus mendukung program inklusi keuangan yang sehat dan bertenggung jawab. Bukan program inklusi keuangan yang menyakiti masyarakat dengan beban bunga yang sulit dan berpotensi semakin membuat mereka miskin,” pungkasnya. (Ayu Utami)