Jakarta – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) melihat, meningkatnya volatilitas pasar finansial global diperkirakan masih akan berlanjut karena adanya sentimen kenaikan suku bunga acuan AS, kebijakan proteksionisme Amerika Serikat (AS) dan kondisi geopolitik di Suriah. Namun, kinerja pasar finansial Indonesia diprediksi masih akan positif di 2018.
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI menilai, investor berpeluang mendapatkan potensi imbal hasil yang menarik dari volatilitas yang terjadi saat ini. Beragam faktor dari dalam negeri turut mendukung pemulihan ekonomi Indonesia, seperti peningkatan belanja pemerintah dan ekspansi subsidi yang menopang daya beli, serta pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
“Masyarakat investor tidak perlu panik dengan apa yang terjadi di pasar. Kenaikan suku bunga Amerika Serikat telah diantisipasi oleh pasar. Lebih lanjut Katarina menjelaskan bahwa ada beberapa faktor pendukung pasar finansial Indonesia,” ujar Katarina dalam risetnya di Jakarta, Kamis, 26 April 2018.
Baca juga: MAMI dan MES Bersinergi Minimalisir Invetasi Bodong
Faktor pertama, bank sentral di kawasan Asia secara umum tetap akan menjaga suku bunga rendah di tengah kenaikan Fed Rate. Menurutnya, kebijakan suku bunga rendah tetap bisa dilakukan karena adanya stabilitas inflasi, sinkronisasi pertumbuhan global, dan prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kedua, belajar dari pengalaman masa lalu, ketegangan dagang Amerika Serikat dan China kemungkinan besar tidak akan berkembang menjadi perang dagang. Lagipula secara keseluruhan, eksposur perdagangan kawasan Asia ke Amerika Serikat masih cukup terkendali,” ucapnya.
Jika ketegangan meningkat, kata dia, terdapat potensi bahwa daya saing produk Indonesia akan meningkat dan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Ketiga, ketegangan geopolitik di Suriah yang kemungkinan meningkatkan kenaikan harga minyak, sebetulnya berpotensi meningkatkan PDB Indonesia. Keempat, BI tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sebagai kunci dalam meredam volatilitas pasar finansial.
Katarina menyatakan, bahwa pemulihan ekonomi masih akan terus berlanjut. Belanja negara pada dua bulan pertama tahun 2018 mencapai 11,2 persen dari target. Sementara belanja sosial, yang menjadi kunci penting untuk menopang daya beli masyarakat, naik tajam. Pemerintah juga fokus menjaga daya beli masyarakat.
Kemudian, lanjut dia, sejumlah inisiatif diluncurkan pemerintah untuk mendukung daya beli, seperti pemberian THR untuk PNS dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, penurunan tarif tol, peningkatan penyerapan dana desa, dan ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang lebih luas.
“Untuk mendukung pertumbuhan manufaktur, pemberian insentif pajak korporasi diberikan untuk investasi baru dan bagi korporasi yang melakukan ekspansi,” paparnya. (*)