Hadapi Era Digital, Asuransi Jiwa Harus Ubah Strategi Bisnis

Hadapi Era Digital, Asuransi Jiwa Harus Ubah Strategi Bisnis

Jakarta – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai, fenomena perkembangan teknologi digital sudah tidak dapat disikapi oleh industri asuransi dengan reaktif. Oleh sebab itu, industri asuransi jiwa harus bisa mengubah strategi dalam menjalankan bisnisnya.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim saat membuka kegiatan Digital and Risk Management in Insurance (DRiM), di Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018. Menurutnya, pelaku industri asuransi harus cepat merespon perkembangan teknologi digital.

Berdasarkan data “Digital in 2017: Southeast Asia” dari We Are Social dan Hootsuite (2017), dari sekitar 262 juta populasi di Indonesia, 50 persen di antaranya atau sekitar 132,7 juta jiwa adalah pengguna internet, 106 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial, serta 92 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial melalui aplikasi mobile.

Dengan adanya data tersebut, kata Hendrisman, hal ini memperlihatkan tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi dan respon real time yang cepat dan tepat, serta keinginan mereka untuk mendapatkan kemudahan akses dan layanan dimana pun dan kapanpun. Industri asuransi jiwa pun juga harus mampu menjawab tantangan tersebut.

“Teknologi tidak hanya mengubah perilaku individu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, namun juga mengubah perilaku pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya,” ujarnya.

Dalam kegiatan DRiM ini, jelas dia, bertujuan untuk merespon cepatnya perkembangan teknologi digital, khususnya dalam hubungan perusahaan dengan konsumen, percepatan ragam proses bisnis dan penyebaran informasi, sekaligus membantu meningkatkan dan memajukan penetrasi asuransi jiwa di negeri ini.

“Melalui kegiatan ini, AAJI terus mendukung program literasi dan inklusi keuangan dari pemerintah dan regulator, serta mendorong pelaku industri asuransi jiwa agar lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi, termasuk dalam hal manajemen risiko yang juga harus terus dikembangkan,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Panitia DRiM, Christine Setyabudi menambahkan, DRiM merupakan kegiatan perdana atas inisiasi AAJI yang didukung oleh para pelaku industri asuransi jiwa yang memiliki tujuan yang sama dalam menjawab cepatnya perkembangan teknologi digital dan pengaruhnya pada industri.

“Dengan saling mendukung dan kerja sama ini, kami yakin dapat memberikan aksi nyata pada kemajuan industri asuransi jiwa. Kita tahu, Indonesia merupakan negara ke-8 terbesar dalam hal penggunaan internet, potensi ini sudah seyogyanya kita maksimalkan termasuk mampu mengatasi risiko yang terdapat di dalamnya,” ucapnya.

Sebagai kegiatan pembuka dari DRiM, AAJI bekerja sama dengan Purwadhika Start-up and Coding School, untuk menggelar hackathon start-up competition yang diikuti sekitar 100 orang generasi muda yang akan mempresentasikan ide dan karyanya terkait web dan aplikasi digital terkait proteksi asuransi jiwa.

Kegiatan ini kemudian akan diikuti dengan seminar dan pameran dimana perwakilan dari pemerintah, regulator, pelaku asuransi jiwa dan para ahli teknologi dan digital akan berbagi mengenai perkembangan teknologi digital dan manajemen risiko pada tanggal 22-23 Februari 2018 di Bali.

Kegiatan ini juga membidik para partisipan yang akan mendapatkan 40 Poin Manajemen Program Manajemen Risiko Asuransi dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) dan 1 poin pengembangan profesional berkelanjutan (Continuous Professional Development/CPD) dari AAJI untuk agen asuransi jiwa yang hadir mengikuti pameran. (*)

Related Posts

News Update

Top News