Jakarta – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengaku, iuran yang ada saat ini dianggap tidak sesuai dengan hitungan semestinya, sehingga menyebabkan anggaran BPJS Kesehatan menjadi defisit.
Dirinya menjelaskan, bahwa hingga Semester I 2017 angka pemanfaatan BPJS Kesehatan sudah mencapai 106,1 juta orang, sehingga hingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai 200 juta lebih pemanfaatan layanan kesehatan tersebut.
“Ini kalo kita hitung, akan berdampak pada pengeluaran dan satu sisi iuran belum sesuai hitungan aktuaria,” ujar Fachmi di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis, 23 November 2017.
Lebih lanjut Fachmi mengungkapkan, hitungan akademisi aktuari terkait iuran BPJS yang tepat hanya untuk kelas I yaitu Rp80 ribu per orang, namun untuk kelas 2 dan kelas 3 terjadi jarak nilai yang tetapkan dari hitungan aktuaria.
“Kelas 2, masih ada jarak Rp12 ribu per peserta, harusnya Rp63 ribu tetapi ditetapkan Rp51 ribu, apalagi kelas tiga jaraknya Rp27.500 per kepala, harusnya Rp53 ribu tetapi ditetapkan Rp25.500 per peserta, inilah akar masalahnya,” paparnya.
Lebih lanjut Fachmi mengatakan, jika hal tersebut tidak disesuaikan meskipun seluruh masyarakat Indonesia bergabung dan membayar iuran secara lancar, namun tetap saja hal fundamental tidak dapat teratasi hingga akhirnya BPJS tetap akan defisit.
“Hitungan tadi itu dari akademisi aktuaria, dan kami percaya penuh kepada teman-teman akademisi aktuaria,” ucapnya.
Asal tahu saja, BPJS Kesehatan setiap tahun mengalami defisit anggaran, dimana pada 2014 defisit mencapai Rp3,3 triliun. Pada 2015, defisit sebesar Rp6 triliun, lalu pada 2016 senilai Rp9,7 triliun, dan hingga akhir 2017 diperkirakan defisit sebesar Rp9 triliun. (*)