DJP: Dana Transfer Standchart Libatkan 81 WNI

DJP: Dana Transfer Standchart Libatkan 81 WNI

Jakarta — Standard Chartered Bank membuat gaduh masyarakat dengan adanya transfer dana bernilai fantastis senilai USD1,4 miliar atau Rp18,8 triliun melalui sistem bank asal Inggris tersebut. Dana dikirim dari wilayah Inggris ke Singapura yang diduga milik Warga Negara Indonesia (WNI).

Transfer ini dilakukan oleh nasabah Bank Standard Chartered dari wilayah Guernsey, Inggris ke Singapura, sebelum adanya penerapan kerja sama pertukaran informasi perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebut dugaan megatransfer dana senilai USD1,4 miliar dolar AS atau setara Rp18,8 triliun di Standard Chartered wilayah Guernsey ke Singapura, melibatkan sebanyak 81 Warga Negara Indonesia (WNI).

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, data tersebut didapatkan dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa bulan lalu melalui Menteri Keuangan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).

“Dalam data dimaksud, terdapat 81 WNI dengan nilai data 1,4 miliar dolar AS. Jadi bukan satu orang,” ungkap Ken di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin Malam, 9 Oktober 2017.

Ken menambahkan, dari 81 WNI tersebut, sebanyak 62 orang telah mengikuti Program Amnesti Pajak (Tax Amnesty). Sedangkan pihaknya di DJP terus melakukan pendalam terhadap data tersebut dan berkoordinasi dengan PPATK untuk melakukan pemeriksaan mendalam.

“Kami follow up, kami cocokkan, apakah sudah ikut tax amnesty atau belum. Apakah sudah memperbaiki SPT atau belum,” tambah Ken.

Ken meyakinkan, dari 81 WNI yang diduga terlibat dengan megatransfer dana tersebut, tidak terdapat nama pejabat negara, petinggi TNI-Polri, ataupun penegak hukum lainnya. Namun Ken enggan menyebutkan secara rinci siapa saja pemilik dana fantastis tersebut. Sebab, hal tersebut melanggar Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 34, dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengampunan Pajak.

“Ini murni pebisnis, dan dengan tetap memperhatikan pasal 34 dan 21, saya tidak akan sebutkan,” tukas Ken. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Related Posts

News Update

Top News