Tak bisa dimungkiri kendala terbesar dalam pengadaan suplai rumah untuk Program Sejuta Rumah masih berasal dari ketersediaan land bank dan perizinan yang lambat. Paulus Yoga
Jakarta–Program Sejuta Rumah yang dirilis pemerintah diharapkan bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat Indonesia, yang backlog-nya diprediksi sudah mencapai 15 juta unit rumah.
Terlepas dari optimisme yang dihembuskan pemerintah melalui program ini, namun pembangunan rumah sebagai suplai terhadap permintaan yang ada masih jauh asap dari api. Karena pada kenyataannya masih banyak kendala yang harus diselesaikan agar Program Sejuta Rumah ini bisa direalisasikan.
Dari 1 juta unit rumah yang ditargetkan bisa dibangun, distribusinya sebagian besar akan ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 603.516 unit. Sementara sisanya dialokasikan kepada non-MBR.
Sedangkan untuk pengadaannya, sebanyak 403.800 unit diserahkan kepada pengembang, 36.016 rumah oleh Perumnas dan 23 ribu unit kepada BPJS Ketenagakerjaan. Ditambah perbaikan 98.300 rumah kumuh, rusunawa, rumah khusus dan swadaya yang dilakukan pemerintah pusat, 12.400 unit rusunawa oleh BPJS Ketenagakerjaan dan 30 ribu unit rumah oleh Pemda. Bila semua terealisasi maka pasokan 603.516 unit rumah bagi MBR bisa terpenuhi. Lalu pengadaan rumah non-MBR sebanyak 250 ribu unit merupakan pembelian dari pengembang, dan 146.484 unit rumah secara swadaya.
Sayangnya pembangunan suplai rumah sendiri masih lambat seperti yang dialami oleh Real Estate Indonesia (REI). Wadah developer perumahan terkemuka di Indonesia ini baru mampu menyediakan 137.180 unit rumah per September 2015. Padahal REI berkomitmen membangun 247.725 unit, dengan rincian sebanyak 217.725 unit rumah sederhana tapak dan 30 ribu unit rusunami.
“Target kami 247 ribu unit rumah, sampai September baru 140 ribu. PR (pekerjaan rumah) masih banyak. Mudah-mudahan dengan kerja sama dengan pemerintah ini bisa tercapai,” ucap Wakil Ketua DPP REI, Arthur Batubara dalam sebuah forum diskusi di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015.
Di tempat yang sama, Direktur Pemasaran Perumnas, Muhammad Nawir melihat, masih banyak kendala yang harus diselesaikan dalam mendukung kelancaran Program Sejuta Rumah ini. Salah satu yang paling penting, menurutnya adalah data riil backlog perumahan. “Kalau lemah (data backlog) ini akan menyulitkan stakeholder karena tidak ada acuan market yang tepat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Nawir, perlu dilakukan riset yang mendalam agar data backlog menjadi sahih. Hasilnya dinilai akan sangat bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan di industri perumahaan agar suplai rumah bisa merata sehingga tidak mendorong kenaikan harga yang berlebihan.
Selain itu, imbuh Nawir, ketersedian bank tanah atau land bank juga menjadi salah satu persoalan bagi para pengembang mengingat harga tanah sudah sangat mahal. Pun dari sisi perizinan pembangunan perumahan yang nota bene untuk mendukung program pemerintah ini masih berbelit-belit. “Pemda itu terus terang tidak bisa mengikuti semangat pemerintah pusat. Perizinan (pemda) masih lambat,” tukasnya.
Sementara dari sisi pembiayaan, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mengklaim terus berkomitmen mendukung Program Sejuta Rumah, dan sudah menyerap anggaran subsisi perumahan sebesar Rp5,1 triliun. “Kalau dilihat dari sisi penyerapan anggaran pemerintah, BTN sudah paling cepat,” tutur Direktur Utama BTN, Maryono.
Ia menjelaskan, bahwa realisasi pembiayaan perumahan dalam rangka Program Sejuta Rumah ini sudah mencapai 372.393 unit per September 2015. Maryono optimis pihaknya bisa meningkatkan jumlah tersebut menjadi 441 ribu unit rumah pada akhir Desember yang akan didorong dengan beberapa cara. “Kami akan coba pengajuan KPR via website, lalu kami akan tambah buka sekitar 200 outlet (Griya KPR BTN) lagi, serta bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk jangkauan yang lebih luas,” tandasnya. (*)