Reposisi dan Transformasi OJK

Reposisi dan Transformasi OJK

oleh: Lucky Fathul Aziz Hadibrata
Penulis adalah Anggota PP Perbanas

 

KEBERHASILAN Dewan Komisioner (DK) OJK 2012-2017 sejak awal berdiri sudah saling berlomba menuju performance terbaik yang ditunjukkan dengan kinerja saat ini dalam berbagai tugas pokoknya yang luar biasa. Namun dengan terpilihnya Wimboh Santoso dan 6 anggota Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 oleh komisi XI DPR, perlu ada reposisi dan transformasi baik keluar maupun kedalam dengan kembali ke visi dan tugas pokoknya sesuai UU OJK.

Reposisi dan harmonisasi OJK

DK OJK baru sangat perlu untuk melakukan Reposisi dan refokusing ke Pasal 5 UU OJK, bahwa OJK fokus dalam pengaturan dan pengawasan Sektor Jasa Keuangan terintegrasi dan konglomerasi yang berarti OJK tidak menjadi matahari ke-3, tetapi sebagai katalisator (pedal sepeda) dari 2 roda/ban yaitu Bank Indonesia (otoritas moneter/sistem pembayaran dan makroprudential) dan Kementerian Keuangan (otoritas fiskal dan keuangan negara). Untuk itu, OJK tidak mengeluarkan kebijakan tetapi wajib menjabarkan secara mikro dari kebijakan makroprudensial dan Nawacita berupa insentif dan akselerasi program pemerintah/Nawacita.

Reposisi OJK juga perlu memahami bahwa kegiatan literasi keuangan yang ingin dicapai dengan indeks inklusi keuangan 75 persen pada tahun 2019 harus dilaksanakan secara sinergi. Sehingga Program Laku Pandai OJK pun harus bersinergi dengan LKD (Layanan Keuangan Digital) Bank Indonesia serta kegiatan finansial inklusif lainnya dan membuat program di sektor riil, yang seharusnya OJK membantu membuat aturan berupa insentif bagi SJK yang dampaknya akan terasa dengan realisasi kredit ke sektor-sektor prioritas pembangunan ekonomi.

Harmonisasi pengaturan tiga sektor pengawasan, yakni perbankan, pasar modal, IKNB (asuransi, dana pensiun, lembaga keuangan lainnya) agar tidak berlomba-lomba bekerja sendiri-sendiri sehingga keluar dari misi dan tujuan berdirinya OJK dalam rangka terintegrasi dan konglomerasi.

Demikian juga pada saat ini terdapat delapan auditor eksternal dan internal dengan jenis pemeriksaan yang relatif sama dan saling terkait dengan melakukan pemeriksaan terhadap SJK, khususnya bank-bank BUMN, antara lain OJK, BI (stress test, likuiditas, sistem pembayaran), BPK, Kementerian BUMN, LPS, PPATK, Internal audit, pun Kantor akuntan Publik. Ini diperlukan sinergi baik dalam strategi, perencanaan pengawasan dan pemeriksaan baik data dan informasi yang diperlukan regulator pengawas tersebut sehingga terdapat efisiensi nasional dengan hasil stabilitas sektor jasa keuangan.

Dalam memanfaatkan data dan informasi, OJK perlu berinisiatif mengembangkan EDW (Enterprise Data Warehouse) termasuk untuk SID (Sistem Informasi Debitur), sehingga BI dan LPS tidak perlu mengembangkan data masing-masing secara sendiri-sendiri, akan tetapi EDW OJK harus dikelola bersama dengan BI dan LPS sehingga ada penghematan uang negara dan menjadi Big Data.

Kasus Bank Century tidak boleh terulang kembali, dengan adanya big data yang dikelola bersama antar OJK, LPS dan BI akan menjadi efisien dan diakhir hari data SJK dapat direkonsolidasikan sehingga angkanya tidak berubah lagi dan sama antara lembaga-lembaga regulator tersebut. Pada akhirnya big data ini dapat dihubungkan dengan Ditjen Pajak sebagai keterbukaan data keuangan nasabah dalam rangka kepentingan perpajakan. (Bersambung ke halaman berikutnya)

Related Posts

News Update

Top News