BI: WP Harusnya Tak Keberatan Perppu Keterbukaan Pajak

BI: WP Harusnya Tak Keberatan Perppu Keterbukaan Pajak

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai rencana pemerintah yang ingin mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pertukaran informasi otomatis antar negara (automatic exchange of information/AEoI) khususnya informasi keuangan dan perpajakan, seharusnya tidak menjadi masalah bagi wajib pajak (WP) di Indonesia.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Jakarta, Jumat, 24 Februari 2017. Menurutnya, dengan bergabungnya Indonesia bersama 101 negara yang mengikuti sistem tersebut, maka seharusnya hal tersebut tidak memberatkan wajib pajak. Berkaca dari program tax amnesty, banyak para wajib pajak melaporkan harta kekayaannya secara transparan.

“Dengan adanya UU Tax Amnesty sebenarnya para pembayar pajak itu asumsinya kan sudah ada transparan? Betul kan. Yaitu melaporkan asetnya di luar negeri dan salam negeri yang sebelumnya belum dilaporkan. Jadi sudah transparan,” ujarnya.

Bila ada perubahan pada pasal-pasal kerahasian bank (bank secrecy) akibat dari hadirnya Perppu tersebut, kata dia, seharusnya wajib pajak tidak keberatan. “Jadi kalau ada perubahan pada pasal kerahasiaan bank harusnya pembayar pajak nggak keberatan, karena sudah transparan melalui UU Tax Amnesty. Kalau harus bisa dicek, semestinya nggak masalah,” katanya.

Sejauh ini kerja sama AEoI telah disepakati oleh lebih dari 100 negara di dunia. Beberapa negara bahkan bakal mengadopsinya tahun ini. Karenanya, industri jasa keuangan domestik tidak takut menghadapi era keterbukaan itu. Bila pemerintah gagal mengimplentasikan kesepakatan ini, dikhawatirkan Indonesia akan dikucilkan dunia. Pasalnya Indonesia termasuk yang menyepakatan kerja sama yang digagas G20 dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Oleh sebab itu, lanjut dia, pemerintah harus membuat Perppu tersebut paling lambat Mei 2017 agar bisa diimplementasikan pada 2018.

“Kan begini, ada kesepakatan internasional terkait AEoI tentang apa? yaitu tentang kekayaan dari Wajib Pajak di masing-masing negara. Agreement Internasional, Indonesia itu bisa minta data-data WNI di luar negeri tentang kekayaannya. Tapi untuk bisa dapat data-data WNI di luar negeri, negara yang kami minta datanya itu dia juga harus bisa minta data dari Indonesia. Karena nggak fair kalau hanya kita yang bisa minta datanya tapi luar negeri nggak bisa minta data tentang warga negaranya,” tegasnya.

Mirza mengungkapkan, kesepakatan AEoI ini akan berdampak positif pada tax rasio dan peningkatan penerimaan pajak negara. Rasio pajak Indonesia kata Mirza, masih sangat rendah yakni 10,5% maksimal 11 persen dari PDB, padahal di negara lain bisa 15%. Rendahnya rasio pajak ini diyakini masih adanya aset-aset (WNI) di luar negeri yg tidak dilaporkan sebagai objek pajak.

“Untuk melakukan penggalian info lebih jauh maka perlu kita dapat info tentang aset-aset orang Indonesia di luar negeri. Untuk bisa dapat info itu, kita hrs bisa kasih info warga negara mereka di Indonesia. Maka pasal kerahasiaan bank yang skrg ini sedang dilihat, makanya diperlukan Perppu terkait UU pasal kerahasian data deposit nasabah pada UU Perbankan,” tutupnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News