Poin Penting
- Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan perundingan dagang Indonesia–AS akan dirampungkan akhir 2025, dengan delegasi Indonesia segera dikirim kembali ke Washington.
- Presiden Prabowo meminta penyelesaian cepat, sementara AS mengapresiasi Indonesia sebagai negara ketiga yang mencapai kesepakatan awal terkait tarif dan hambatan dagang.
- Indonesia masih keberatan terhadap sejumlah komitmen, terutama terkait penghapusan hambatan non-tarif dan isu perdagangan digital.
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan perundingan kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan terus dilanjutkan dan segera dirampungkan di akhir 2025.
Airlangga mengaku telah berkomunikasi langsung dengan United States Trade Representative (USTR) Ambassador Jamieson Greer tadi malam terkait dengan tarif resiprokal Indonesia dengan AS. Dia menyebut akan mengirim Tim Delegasi dari Indonesia ke Washiton untuk menyelesaikan perundingan tersebut.
“Kita sepakat untuk menyelesaikan apa yang sudah disepakati oleh leaders declaration pada tanggal 22 Juli 2025 dan dengan demikian dalam waktu singkat delegasi Indonesia akan berangkat lagi ke Washington dan harapannya di akhir tahun kita bisa selesaikan apa yang sudah kita mulai,” ujar Airlangga di BEI, Jumat, 12 Desember 2025.
Baca juga: Kesepakatan Dagang RI-AS Terancam Gagal, Begini Respons Kemenko Perekonomian
Airlangga menyatakan, Presiden Prabowo Subianto juga meminta untuk merampungkan perjanjian tersebut di akhir 2025. Namun, tetap mengedepankan kepentingan bersama bagi kedua negara.
“Tadi pagi saya juga sudah melaporkan ke Bapak Presiden Mengenai hasil pembicaraan tadi malam dan ini adalah satu hal yang sangat positif dan Indonesia merupakan negara ketiga yang sudah sepakat dengan AS, jadi Amerika mengapresiasi Indonesia,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada Juli 2025, kedua negara menyatakan bahwa Indonesia setuju untuk menghapus tarif pada lebih dari 99 persen barang AS dan menghapus semua hambatan non-tarif yang dihadapi perusahaan Amerika.
Sementara AS akan menurunkan tarif yang diancamkan pada produk Indonesia menjadi 19 persen dari 32 persen.
Presiden AS Donald Trump pertama kali mengumumkan kesepakatan tersebut pada 15 Juli 2025, menyebut bahwa hal itu merupakan kemenangan besar bagi para produsen mobil, perusahaan teknologi, pekerja, petani, peternak, dan manufaktur di AS.
Baca juga: Survei HSBC: 69 Persen Pebisnis RI Sudah Antisipasi Ketidakpastian Perdagangan Global
Namun, pada perjalanan negosiasi dagang tersebut, pejabat yang mewakili Indonesia telah memberi tahu Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer bahwa Indonesia tidak dapat menyetujui beberapa komitmen yang mengikat. Sehingga, Indonesia disebutkan ingin merumuskannya kembali perjanjian dagang itu.
Pejabat AS percaya bahwa hal itu akan menyebabkan kesepakatan yang lebih buruk bagi AS dibandingkan dengan kesepakatan baru-baru ini yang telah dicapai dengan dua negara Asia Tenggara lainnya, yakni Malaysia dan Kamboja.
Indonesia disebut mengalami kemunduran dalam penghapusan hambatan non-tarif pada ekspor industri dan pertanian dari AS, hingga komitmen untuk mengambil tindakan terkait isu perdagangan digital. (*)
Editor: Galih Pratama










