Poin Penting
- Revisi UU P2SK dilakukan untuk menindaklanjuti dua putusan MK terkait kewenangan penyidikan OJK dan penyusunan anggaran LPS, sekaligus memperkuat seluruh anggota KSSK.
- DPR memanfaatkan revisi untuk memperkuat peran BI dan kewenangan OJK, termasuk pengaturan lanjutan aset kripto seperti tokenisasi, stablecoin, dan operasional bursa.
- Revisi juga mempercepat pembentukan lembaga penjamin polis di bawah LPS guna memulihkan kepercayaan publik dan meningkatkan perlindungan konsumen di sektor keuangan.
Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dilakukan bukan hanya untuk menindaklanjuti judicial review, tetapi juga sebagai momentum memperkuat seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Ia menjelaskan bahwa terdapat dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang harus ditindaklanjuti.
“Pertama, judicial review terkait kewenangan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua, judicial review terkait penyusunan anggaran LPS. Keduanya menjadi dasar revisi,” ujar Misbakhun, dalam Financial Forum CNBC Indonesia “Penguatan Sistem Keuangan Indonesia” di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu, 3 Desember 2025.
Baca juga: Purbaya Tegaskan Revisi UU P2SK Tak Ganggu Independensi BI, OJK, dan LPS
Namun, Komisi XI melihat peluang lebih besar. Revisi ini juga dimanfaatkan untuk menyempurnakan UU P2SK 2023, terutama terkait penguatan Bank Indonesia (BI).
“Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen. Itu tidak bisa mengandalkan fiskal saja. Harus ada dorongan dari kebijakan moneter, sehingga kami memperkuat peran bank sentral tanpa mengganggu independensinya,” jelasnya.
Perjelas Pengaturan Aset Kripto
Selain BI, DPR juga memperkuat kewenangan OJK, khususnya dalam mengatur aset kripto.
Misbakhun menyebut bahwa setelah kripto resmi menjadi aset keuangan, muncul kebutuhan pengaturan lanjutan terkait tokenisasi, real world asset, stablecoin, hingga operasional bursa kripto.
“Semua itu perlu diperjelas agar industri tidak berjalan tanpa rambu,” katanya.
Baca juga: Mandat Diperluas dalam Revisi UU P2SK, Begini Tanggapan BI
Revisi UU P2SK juga menegaskan percepatan pembentukan lembaga penjamin polis asuransi di bawah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Target operasional lembaga tersebut paling lambat tahun 2028, namun DPR mendorong agar percepatan dilakukan.
“Kami ingin memulihkan kepercayaan publik setelah kasus-kasus asuransi sebelumnya. Posisi LPS akan semakin kuat setelah revisi, dan hal ini menjadi tanggung jawab besar bagi Ketua LPS yang baru,” tuturnya.
Perkuat KSSK dan Perlindungan Konsumen
Ia menegaskan bahwa Komisi XI ingin menghadirkan politik yang produktif. Revisi UU P2SK diarahkan untuk memperkuat kelembagaan KSSK—BI, OJK, Kemenkeu, dan LPS—serta memperbaiki tata kelola industri jasa keuangan.
“Tujuan kami memperkuat lembaga, memperkuat industri, dan meningkatkan perlindungan konsumen. DPR hanya ingin menjadi fasilitator agar lembaga negara bisa menjalankan mandatnya dengan baik,” pungkasnya. (*) Ayu Utami









