Bank Mandiri Beberkan Alasan Kredit Masih Lesu Meski Likuiditas Membaik

Bank Mandiri Beberkan Alasan Kredit Masih Lesu Meski Likuiditas Membaik

Poin Penting

  • Penyaluran kredit belum pulih karena pelaku usaha bersikap wait and see, undisbursed loan tinggi (25–29%), serta suku bunga kredit turun lebih lambat dari BI Rate.
  • Kredit modal kerja melambat, bank lebih selektif memilih debitur, UMKM masih tertekan, dan banyak perusahaan memilih memakai dana internal daripada mengambil kredit baru.
  • Pelonggaran moneter, meredanya tensi global, belanja pemerintah, dan inflasi terkendali diperkirakan mendukung pemulihan permintaan kredit tahun depan.

Jakarta – Di tengah kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, penyaluran kredit ternyata belum menunjukkan percepatan. Tim Ekonom Bank Mandiri menilai sejumlah faktor permintaan dan kehati-hatian industri masih menjadi penyebab utama tertahannya pertumbuhan kredit.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengungkapkan bahwa pelaku usaha masih menahan diri (wait and see) menambah pembiayaan baru karena ketidakpastian ekonomi global dan domestik.

Pelaku usaha disebut belum sepenuhnya yakin melakukan ekspansi, yang tecermin dari tingginya porsi kredit yang sudah disetujui namun belum dicairkan (undisbursed loan) di kisaran 25-29 persen.

Baca juga: Bank Mandiri Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,08 Persen di Kuartal IV 2025

Laporan Office of Chief Economist Bank Mandiri menyebut bahwa kredit modal kerja, yang menyumbang 53 persen dari total portofolio kredit, ikut melambat. Penundaan ekspansi bisnis membuat kebutuhan pendanaan baru menurun.

Pada saat yang sama, penyesuaian suku bunga kredit berjalan lebih lambat dibanding penurunan BI Rate. Hal ini menyebabkan minat kredit pelaku usaha dan rumah tangga masih belum pulih optimal.

Bank juga lebih selektif memilih debitur berkualitas rendah risiko, seiring kondisi ekonomi yang dinilai belum sepenuhnya stabil. Segmen UMKM pun masih menghadapi tekanan, sehingga kontribusinya pada pertumbuhan kredit belum signifikan.

Menurut laporan tersebut, banyak perusahaan besar memilih menggunakan kas internal untuk membiayai kebutuhan operasional daripada mengambil kredit baru.

Optimisme Mulai Terbentuk Menyongsong 2026

Kiri ke kanan: Equity Research Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat, Head of Mandiri Institute Andre Simangunsong, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina, dan Head of Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani berbincang sesaat sebelum Mandiri Macro and Market Brief 4Q2025 pada Rabu (3/12). (Foto: Erman Subekti)
Kiri ke kanan: Equity Research Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat, Head of Mandiri Institute Andre Simangunsong, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina, dan Head of Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani berbincang sesaat sebelum Mandiri Macro and Market Brief 4Q2025 pada Rabu (3/12). (Foto: Erman Subekti)

Meski demikian, Andry melihat prospek kredit akan membaik. Ia menyebut meredanya tensi geopolitik global, pelemahan dolar AS, serta pelonggaran moneter dalam negeri sebagai katalis positif bagi arus modal dan permintaan kredit.

Perbaikan belanja pemerintah dan inflasi yang berada dalam target Bank Indonesia juga disebut mendukung pemulihan daya beli dan kredit konsumsi.

“Memasuki 2026, arah kebijakan pemerintah sudah semakin terang. Sepanjang semester II 2025, kebijakan yang ditempuh terlihat jelas, sehingga memasuki 2026 sudah ada kejelasan,” kata Andry.

Baca juga: UMKM Belum Wajib Serahkan Laporan Keuangan ke Kemenkeu, Ini Penjelasan Purbaya

Ia berharap konsistensi kebijakan fiskal pemerintah hingga akhir 2025 dapat mempercepat ekspansi kredit tahun depan.

Kredit Melambat, DPK Tumbuh Tinggi

Data Bank Mandiri menunjukkan pertumbuhan kredit pada Oktober 2025 melambat menjadi 7,36 persen secara tahunan, turun dari 7,70 persen pada periode sebelumnya. Secara year-to-date (ytd), pertumbuhan kredit mencapai 4,96 persen, lebih rendah dibanding 7,04 persen ytd pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,48 persen secara tahunan, ditopang oleh peningkatan likuiditas dari sektor swasta serta insentif pemerintah dan Bank Indonesia. Stabilitas likuiditas perbankan tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di level 84,26 persen. (*)

Related Posts

News Update

Netizen +62