Jadi Sasaran Utama Serangan Siber, BEI dan Anggota SRO Lakukan Jurus Ini

Jadi Sasaran Utama Serangan Siber, BEI dan Anggota SRO Lakukan Jurus Ini

Poin Penting

  • BEI dan anggota SRO memperkuat keamanan infrastruktur perdagangan setelah Indonesia tercatat sebagai target serangan siber terbesar ketiga di dunia.
  • Program penguatan siber BEI mencakup peningkatan SDM, pengembangan sistem tangguh seperti SOC dan ISO27001, serta kolaborasi dengan BSSN.
  • BEI menegaskan ancaman siber kini menjadi risiko terbesar sehingga diperlukan regulasi adaptif, tata kelola kuat, inovasi teknologi, dan budaya keamanan yang melekat di industri keuangan.

Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama anggota Self-Regulatory Organization/SRO meliputi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) terus memperkuat keamanan infrastruktur perdagangan dan meningkatkan kemampuan pemantauan ancaman untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar modal.

Langkah ini menyusul, laporan dari SOCRadar yang dirilis Mei 2025 mengungkapkan bahwa Indonesia berada di posisi ketiga secara global sebagai target serangan siber terhadap institusi keuangan, khususnya serangan ransomware

“Di era di mana serangan menjadi semakin canggih dan terstruktur, respons industri perlu bergerak daripada para penyerang (hacker),” tegas Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, dalam Seminar “When Security Becomes the Greatest Risk in Financial Industry”, di Jakarta, Kamis, 20 November 2025.

Iman menambahkan, sebagai respons terhadap gangguan sistem yang terjadi di lingkungan anggota bursa, pihaknya telah melakukan evaluasi serta merumuskan sejumlah langkah strategis untuk memperkuat ketahanan siber anggota bursa.

Tujuannya, kata dia, memastikan perlindungan investor terutama terkait pengamanan aset, akun, dan transaksi dari ancaman siber. Lalu, membangun kualitas operasional dan layanan AB yang prima serta sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi dari investor modern.

Baca juga: Indonesia SIPF Gelar Workshop Anti-Fraud dan Keamanan Siber untuk Lindungi Investor

“Dan yang terakhir adalah mendorong kolaborasi anggota bursa dengan mitra bisnis, termasuk pemanfaatan teknologi informasi yang inovatif dan aman,” bebernya.

Program Penguatan Keamanan Siber 

Iman menambahkan, BEI sendiri telah memiliki program penguatan keamanan siber bagi anggota bursa. Pertama, terkait people. Di mana, pihaknya melakukan peningkatan kapasitas SDM dan awareness dalam bentuk workshop, dan pelatihan keamanan siber secara berkala. 

Selain itu, turut mendorong sertifikasi keahlian termasuk sertifikasi Etical Hacker (CEH) untuk tim teknis anggota bursa. Tujuannya memastikan tersedianya tenaga profesional yang siap menghadapi ancaman siber.

Kedua, dari sisi sistem, pihaknya memastikan penyempurnaan pedoman keamanan siber yang relevan serta dukungan pengembangan infrastruktur serta aplikasi yang tangguh.

Hal ini sejalan dengan dukungan implementasi operasional keamanan sistem meliputi Security Operation Center (SOC) & Sertifikasi ISO27001.

Baca juga: Darurat! Keamanan Siber di Perusahaan Sekuritas yang Sungguh Terabaikan

”BEI juga menyediakan ruang bagi anggota bursa di daerah untuk mendapatkan dukungan teknis terkait keamanan sistem,” jelasnya.

Ketiga, dari sisi proses. Iman menjelaskan, proses ini menyangkut kolaborasi dengan Security Expert seperti BSSN untuk pertukaran informasi dan strategi.

Selain itu, melakukan pemeriksaan dan verifikasi keamanan sistem anggota secara rutin untuk memastikan keamanan dan kepatuhan. 

Lalu, peningkatan layanan SRO untuk melakukan reviu atas rencana pengembangan sistem baru di anggota bursa. Terakhir, pendampingan dan koordinasi dalam penanganan serta respons cepat saat terjadi insiden keamanan siber.

“Seluruh langkah ini merupakan bagian dari strategi besar kami untuk membangun ketahanan digital pasar modal Indonesia, memastikan bahwa sistem pengajaran nasional tetap tangguh di tengah spektrum ancaman siber yang semakin canggih dan tidak pernah berhenti berkembang,” bebernya. 

Ia menekankan, ancaman keamanan siber bukan lagi menjadi ancaman masa depan, melainkan telah berubah menjadi resiko terbesar.

Untuk itu, diperlukan regulasi yang adaptif, tata kelola harus diperkuat, inovasi teknologi harus diprioritaskan, dan budaya keamanan harus menjadi bagian dari identitas seluruh organisasi di sektor keuangan.  

“Saya percaya bahwa kolaborasi, komitmen, dan inovasi industri keuangan Indonesia dapat membangun ketahanan digital yang tidak hanya mampu bertahan,  tapi juga berkembang di tengah resiko yang semakin kompleks,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62