Poin Penting
- Gubernur BI, Perry Warjiyo, meminta deposan besar tidak menuntut suku bunga khusus tinggi karena memperlambat penurunan bunga kredit.
- Meski BI telah memangkas BI Rate 125 bps dan menambah likuiditas, bunga deposito dan kredit turun jauh lebih kecil akibat special rate.
- BI dan pemerintah sudah menambah suplai likuiditas, namun penyaluran kredit masih tertahan sehingga bunga perlu segera turun.
Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengimbau para deposan jumbo untuk tidak meminta special rate atau suku bunga khusus yang terlalu tinggi kepada perbankan atas dana simpanannya.
“Mengimbau dan meminta para deposan besar itu juga bisa kemudian permintaan suku bunga special rate itu bisa diturunkan,” kata Perry dalam RDG, Rabu, 19 November 2025.
Perry menyampaikan, penurunan special rate sebenarnya sudah berlangsung, namun belum merata. Ia menilai perbankan masih dapat menurunkan suku bunga khusus tersebut secara bertahap.
Baca juga: BI Pertahankan BI Rate 4,75 Persen pada November 2025, Ini Alasannya
Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa lambatnya penurunan special rate untuk deposan jumbo turut menghambat penurunan suku bunga kredit. Kondisi ini akhirnya membuat pertumbuhan kredit tidak melaju optimal.
Padahal, pemerintah bersama BI terus melonggarkan kebijakan moneter dan fiskal untuk mendorong pertumbuhan kredit hingga akhir tahun.
Diketahui, pertumbuhan kredit pada Oktober 2025 sebesar 7,36 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka tersebut melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,70 persen yoy.
Upaya BI Melonggarkan Kebijakan Moneter
Adapun kebijakan pelonggaran moneter tersebut dilakukan melalui pemangkasan suku buga acuan sebesar 125 basis poin (bps) sepanjang 2025 menjadi 5,75 persen, dan melalui ekspansi likuiditas yang ditempuh BI.
Meskipun demikian, penurunan suku bunga perbankan berjalan lambat. Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 56 bps, dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,25 persen pada Oktober 2025.
Perlambatan itu terutama dipengaruhi pemberian special rate kepada deposan besar yang porsinya mencapai 27 persen dari total DPK perbankan.
Baca juga: Rupiah Melemah 0,69 Persen! BI Langsung Bergerak, Simak Langkah Stabilitasnya
Sementara, penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan lebih lambat lagi, hanya turun 20 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi 9,00 persen pada Oktober 2025.
“Kalau suku bunga deposito bisa turun makanya suku bunga kredit juga bisa turun. Tapi penurunan suku bunga kredit tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga deposito. Salah satunya deposito tapi juga biaya overhead dan margin untuk risiko,” ungkap Perry.
Tambahan Likuiditas dari BI dan Pemerintah
Selain itu, BI juga memberikan tambahan likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal 2025 menjadi Rp699,30 triliun pada 17 November 2025. Kemudian, membeli SBN yang hingga 18 November 2025 mencapai Rp289,91 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp212,60 triliun.
Dari pemerintah juga telah menambah likuiditas di pasar dengan menempatkan dana pemerintah yang berada di BI kepada himpunan bank milik negara (Himbara) yang totalnya Rp200 triliun.
“Ditambah lagi Pak Menteri Keuangan menambah likuiditas dari SAL yang semula di rekening pemerintah di BI dipindahkan ke bank. Nah dari likuiditas itu kita tambahkan. Dari sisi penawaran kredit makanya likuiditas sudah berlebih, suku bunga perlu cepat turun suku bunga depositonya maupun suku bunga kreditnya harus cepat turun sehingga itu mendorong perbankan menambah suplei penawaran kredit ke sektor riil,” bebernya. (*)
Editor: Yulian Saputra









