Poin Penting
- BI diproyeksikan menahan BI Rate di 4,75 persen pada RDG November 2025 karena transmisi penurunan suku bunga sebelumnya masih lambat dan rupiah masih tertekan.
- Permintaan kredit masih lemah, hanya tumbuh sekitar 7 persen yoy, sehingga perlambatan kredit lebih disebabkan faktor demand, bukan likuiditas perbankan yang justru ample.
- Stabilitas rupiah dan kredibilitas kebijakan menjadi fokus, di tengah inflasi yang meningkat, arus keluar modal, serta risiko fiskal.
Jakarta – Bank Indonesia (BI) diproyeksi akan menahan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2025.
Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, Ryan Kiryanto mengatakan BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 basis poin (bps) di sepanjang tahun ini. Namun, efek transmisinya ke suku bunga perbankan masih bergerak lamban atau hanya turun tipis.
Di samping itu, sentimen negatif masih menerpa rupiah yang terpantau masih tertekan atau melemah dalan sebulan terakhir.
“Yang pasti, level BI Rate yang saat ini di 4,75 persen sebenarnya sudah cukup akomodatif dan mencerminkan secara kuat stance yang tetap pro growth (dovish policy) baik untuk sektor perbankan maupun sektor riil,” kata Ryan, Rabu, 19 November 2025.
Sementara, kata Ryan, terkait dengan masih lambatnya permintaan kredit yang hanya tumbuh di kisaran 7 persen year on year (yoy), memang disebabkan oleh sektor riil yang belum kuat meminta fasilitas kredit perbankan dengan berbagai pertimbangan bisnis dan non bisnis oleh pelaku usaha.
Baca juga: BI Diprediksi Tahan Suku Bunga 4,75 Persen di RDG November, Ini Kata Citi
“Dengan kata lain, isu perlambatan pertumbuhan kredit lebih disebabkan oleh faktor demand loan yang memang belum kuat lagi, bukan oleh faktor supply loan yang sejatinya tidak ada problem dengan likuiditas,” ujarnya.
Ryan menambahkan, likuiditas perbankan cukup ample alias memadai jika mengacu pada rasio likuiditas perbankan yang secara agregat masih longgar.
Maka, ke depan BI masih berpeluang untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen di pertemuan RDG BI terakhir di tahun ini, yakni di Desember.
“Dengan syarat inflasi terkendali berkisar 2,5 persen, kurs rupiah stabil, dan arus modal keluar (capital outflows) melandai secara signifikan dan persisten,” imbuh Ryan.
Inflasi Akhir 2025
Sementara, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky menyatakan Indonesia memasuki kuartal terakhir 2025 dengan inflasi yang terus meningkat, tekanan eksternal yang kembali muncul, dan kehati-hatian investor yang semakin meningkat.
“Inflasi umum naik pada Oktober karena harga pangan tetap tinggi akibat gangguan pasokan terkait cuaca dan harga emas yang naik terus mendorong kenaikan komponen inti,” jelas Riefky.
Baca juga: Ternyata Ini Salah Satu Biang Kerok Penghambat Penurunan Suku Bunga Perbankan
Pada saat yang sama, arus keluar modal meningkat meskipun the Fed memangkas suku bunga, didorong oleh kekhawatiran yang meningkat terkait risiko fiskal dan quasi-fiskal, terutama setelah rencana pemerintah untuk mengambil alih utang kereta api berkecepatan tinggi
Dia menilai, perkembangan ini melemahkan rupiah dan meningkatkan pentingnya kredibilitas kebijakan.
“Dalam lingkungan ini, mempertahankan suku bunga kebijakan sebesar 4,75 persen dalam RDG November 2025 akan mendukung stabilitas rupiah dan memperkuat kepercayaan terhadap sikap kebijakan BI,” pungkas Riefky. (*)
Editor: Galih Pratama










