Bea Keluar Emas Diproyeksi Tambah Penerimaan Negara Rp2 Triliun per Tahun

Bea Keluar Emas Diproyeksi Tambah Penerimaan Negara Rp2 Triliun per Tahun

Poin Penting

  • Potensi penerimaan negara dari bea keluar emas diproyeksikan mencapai Rp1,5–2 triliun per tahun, bergantung pada fluktuasi harga emas dunia.
  • Tarif bea keluar bersifat progresif mengikuti Harga Mineral Acuan (HMA), yakni 12,5 persen saat harga USD2.800–<USD3.200 per troy ounce, dan 15 persen jika harga menembus >USD3.200.
  • Kebijakan bea keluar emas ini ditujukan untuk mendorong hilirisasi dan diproyeksikan menjadi sumber pendapatan tambahan mulai 2026, menunggu pengundangan setelah tahap harmonisasi.

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan potensi penerimaan negara dari penerapan bea keluar komoditas emas mencapai Rp1,5 hingga Rp2 triliun dalam satu tahun. 

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan tarif bea keluar tersebut ditentukan berdasarkan pada pergerakan harga emas dunia. Sehingga, penerimaan negara yang nantinya dikantongi akan bersifat fluktuatif.

“Kalau kita lihat kemarin, kalau paling bawah itu kayaknya minimal Rp1,5 sampai Rp2 triliun dapat sih setahunnya. Tapi kan kita ingat bahwa yang kita kenakan itu hanya hulu, yang hilirnya perhiasan kan enggak. Karena memang kita ingin hilirisasi. Jadi yang kita kenakan adalah hulunya,” ujar Febrio kepada wartawan, di Kompleks DPR RI, dikutip, Selasa, 18 November 2025.

Baca juga: Ekspor Emas Bakal Kena Bea Keluar hingga 15 Persen Mulai 2026

Febrio menjelaskan bahwa harga emas dunia saat ini sangat volatile dan menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah. Untuk itu, pemerintah menggunakan skema tarif berbasis harga (threshold).

Sebagaimana diketahui, besaran tarif dalam usulan ini bersifat progresif, mengikuti perkembangan harga emas dunia atau Harga Mineral Acuan (HMA).

Febrio menyebutkan, ketika harga emas berada pada kisaran USD2.800 hingga di bawah USD3.200 per troy ounce, bea keluar akan dikenakan pada komoditas dore salam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan dan bentuk lainnya dengan tarif 12,5 persen. Namun, saat harga melebihi USD3.200 per troy ounce, tarifnya meningkat menjadi 15 persen.

Baca juga: Kejar Rp20 Triliun dari Pengemplang Pajak, Purbaya: Jangan Main-main Sama Kita!

Begitu juga dengan emas atau paduan emas dalam bentuk granules dan bentuk lainnya. Lalu, emas atau paduan emas dalam bentuk bongkah, ingot, atau batang tuangan dikenakan tarif 10 hingga 12, 5 persen, dan minted bars dikenakan tarif paling rendah, yakni sebesar 7,5 hingga 10 persen.

Febrio berharap kebijakan ini diharapkan menjadi sumber tambahan pendapatan negara pada 2026 hingga ke depannya.

“Ini sudah melalui tahap harmonisasi dan ini akan segera kita undangkan untuk kemudian kita pastikan nanti di 2026 ini memberikan sumbangan bagi pendapatan negara,” ungkapnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Netizen +62