Oleh Setiawan Budi Utomo, Pemerhati Keuangan Syariah dan Kebijakan Publik
REKENING dorman selama ini diperlakukan sebatas urusan administratif perbankan sebagai rekening yang tidak lagi bertransaksi, saldo yang dibiarkan tidur, atau rekening yang dibuka sekadar untuk kebutuhan sementara. Namun, dalam ekosistem keuangan digital yang makin dinamis, rekening dorman justru berubah menjadi titik rawan strategis: celah kejahatan, ruang penyalahgunaan, dan beban tata kelola yang dapat merembet menjadi risiko sistemis bila tidak dikelola dengan benar.
Fenomena ini makin mengemuka setelah PPATK melakukan langkah besar: menghentikan sementara transaksi atas 122 juta rekening dorman dalam pemeriksaan nasional. Hasilnya sungguh dramatis, lebih dari 100 juta rekening berhasil diverifikasi ulang, tetapi sejumlah 31 juta rekening lainnya memerlukan tindakan untuk diblokir permanen dengan nilai dana mencapai Rp6 triliun.
Angka ini bukan sekadar statistik. Ini adalah alarm keras bahwa rekening dorman bukan lagi isu pinggiran, melainkan isu strategis yang membutuhkan pendekatan baru, kebijakan baru, dan cara pandang baru.
Dorman: Cerminan Dinamika Hidup, Bukan Sekadar Kelalaian Nasabah
Rekening dorman lahir dari berbagai situasi hidup: berpindah pekerjaan, kebutuhan musiman, perpindahan domisili, penggunaan rekening untuk program tertentu seperti bansos atau pendidikan, hingga kondisi lansia atau sakit panjang yang menyebabkan pemilik tidak lagi memantau saldo.
Karena itu, pendekatan bank harus lebih humanis. Dormansi bukan kesalahan nasabah, melainkan dampak alami dari perubahan gaya hidup finansial masyarakat. Bank perlu menyediakan notifikasi dormansi yang ramah, kanal reaktivasi digital yang cepat, opsi penggabungan multi-rekening, serta edukasi bahwa menjual rekening dorman adalah tindak pidana.
Baca juga: OJK Segera Terbitkan Aturan Terkait Rekening Dormant
Ketika Ruang Kosong Menjadi Ruang Gelap: Dorman sebagai Target Kejahatan Digital
Rekening dorman ibarat pintu rumah yang jarang dibuka dan jarang dijaga. Di era kejahatan digital yang makin canggih, pintu seperti itu justru paling menarik perhatian. PPATK (6 November 2025) dalam kesempatan FGD Bersama MUI menegaskan bahwa pelaku kriminal digital kini memanfaatkan rekening existing yang tidak aktif sebagai target untuk dijadikan sarana penipuan, perjudian online, dan pencucian uang. Alasan utamanya: pemilik tidak memantau, sedangkan sistem bank sering kali hanya melakukan monitoring administratif.
Masalah makin besar ketika data rekening dorman dipadukan dengan lonjakan perjudian online. Pada 2024 terdapat 9,78 juta pemain judi online, melonjak dari 3,79 juta di 2023. Banyak dari mereka memakai rekening dorman atau rekening yang dibeli sebagai sarana untuk menyamarkan jejak transaksi. Dalam perspektif hukum positif, aktivitas ini bersinggungan langsung dengan UU Perbankan, UU TPPU, UU Perlindungan Data Pribadi, dan UU P2SK.
Membaca Peta Kekuatan dan Kerentanan: Memetakan Risiko dan Peluang
Untuk memahami bagaimana rekening dorman harus dikelola secara baik oleh seluruh pemangku kepentingan, kita harus memandangnya sebagai bagian dari ekosistem yang hidup dalam dinamikanya punya kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang saling memengaruhi.
Di sisi kekuatan, Indonesia punya modal kuat: integrasi data Dukcapil, kemampuan analitik PPATK yang mampu menelusuri ratusan juta rekening, dan adopsi risk-based monitoring di perbankan. Namun, kekuatan ini berdampingan dengan kelemahan yang nyata. Banyak bank masih menggunakan pengawasan administratif tanpa behavioral monitoring. Literasi keuangan masyarakat rendah, dan standar pengelolaan dorman tidak seragam.
Dari persilangan ini, muncul peluang besar. Dana dorman “tak bertuan” Rp6 triliun yang diblokir PPATK dapat digunakan untuk program publik melalui mekanisme yang akuntabel. Teknologi seperti machine learning juga membuka ruang pendeteksian dini terhadap anomali transaksi. Namun, peluang tersebut dibayangi ancaman: penyalahgunaan rekening dorman untuk judi online, phishing, dan TPPU; risiko reputasi perbankan; serta potensi risiko sistemis bila kasus meningkat.
Analisis SWOT dalam konteks ini sangat diperlukan bagi pengambilan kebijakan selain mendukung program literasi digital dan keuangan yang perlu terus digencarkan dan bukan sekadar daftar acak, tetapi kompas bagi strategi baru dalam pengelolaan dormansi.
Dari Risiko Menjadi Manfaat: Mengoptimalkan Dana Tak Bertuan
Melalui UU P2SK, pemerintah dapat menyusun skema nasional untuk pemanfaatan dana dorman “tak bertuan”, tanpa menghapus hak klaim pemilik sah. Dana ini dapat diarahkan secara terstruktur, terukur, dan terintegrasi untuk literasi digital, keamanan siber, pemberdayaan UMKM, serta program perlindungan konsumen.
Urgensi Fatwa dan Etika Publik dalam Penanganan Rekening Dorman
Di luar instrumen hukum dan regulasi formal, terdapat satu elemen yang sering menjadi penguat disiplin perilaku masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan, yakni peran fatwa ulama sebagai panduan etika muamalah modern. Dalam konteks rekening dorman, posisi fatwa menjadi penting karena banyak penyalahgunaan rekening diawali oleh tindakan masyarakat yang menjual, meminjamkan, atau membiarkan rekeningnya tidak terpantau tanpa merasa bersalah. Padahal, tindakan-tindakan tersebut menempatkan pemilik rekening dalam posisi berisiko sekaligus membuka ruang bagi kejahatan digital.
Kejahatan digital bergerak cepat, sementara tidak semua masyarakat memahami konsekuensi hukumnya. Fatwa berperan sebagai risk awareness tool pemicu kesadaran publik bahwa keamanan rekening bukan hanya kewajiban bank, tetapi juga tanggung jawab pribadi setiap individu.
Fatwa menjadi penting karena (1) memberi garis etika yang mudah dipahami oleh pengguna layanan keuangan; (2) menerjemahkan konsep amanah dan tanggung jawab identitas finansial ke dalam bahasa publik; (3) mengisi celah antara regulasi dan perilaku, terutama bagi segmen yang literasi keuangannya masih rendah.
Dalam konteks praktik jual-beli rekening yang marak di tengah masyarakat, perlu ditinjau dari perspektif tekno-etik untuk publik. Dari pandangan masqashid syariah bahwa rekening bank tidak dapat diperdagangkan karena tiga alasan utama yang juga selaras dengan prinsip-prinsip keamanan digital dan perlindungan konsumen: (1) rekening adalah identitas, bukan aset atau komoditas yang dapat dialihkan; (2) jual-beli rekening memfasilitasi kejahatan digital; (3) risiko hukum dan kerugian reputasi bagi pemilik asli.
Selain itu, isu perilaku sebagian masyarakat yang menelantarkan rekening merupakan bentuk kelalaian yang berpotensi menimbulkan risiko publik. Fatwa terkait praktik menelantarkan rekening, yakni membiarkan rekening pasif tanpa pengawasan padahal pemilik mampu mengelolanya, sangat diperlukan. Pandangan ini selaras dengan program perlindungan konsumen OJK dan penguatan budaya literasi digital nasional.
Arahan kebijakan yang merupakan sinergi antara fatwa, regulasi, dan tata kelola bank sangat relevan dan diperlukan. Fatwa ulama dapat berfungsi sebagai pendukung kebijakan publik dalam tiga bidang utama: (1) pengelolaan rekening dorman secara nasional; (2) literasi digital dan literasi keuangan masyarakat; (3) pedoman internal perbankan.
Hal ini menjadikan pengelolaan rekening dorman bukan hanya tugas regulator dan bank, tetapi juga gerakan strategis sosial yang lebih luas yang bersifat nasional.
Baca juga: Terlalu! Pembobolan Rekening Dormant, Darurat Kepercayaan Bank
Penutup: Mengubah Cara Pandang, Menguatkan Masa Depan
Menyatukan etika, regulasi, dan teknologi untuk ekosistem keuangan yang lebih aman dan bermaslahat mutlak dan mendesak untuk dilakukan. Dengan kolaborasi antara etika publik melalui fatwa, regulasi (UU Perbankan, UU TPPU, UU PDP, UU P2SK), tata kelola prudensial di perbankan, dan literasi digital, Indonesia dapat membangun model pengelolaan rekening dorman yang lebih beradab, aman, dan bermanfaat bagi publik.
Rekening dorman bukan lagi urusan administratif menyangkut rekening tidur. Ia adalah ruang kosong yang bisa menjadi ruang gelap atau ruang manfaat. Ini adalah persoalan strategis yang menyentuh perlindungan nasabah, keamanan sistem keuangan, dan kemanfaatan publik.
Strategi menyelamatkan rekening dorman harus berdiri di atas tiga pendekatan besar: (1) pendekatan humanis bagi nasabah; (2) pendekatan digital dan regulatif untuk keamanan disertai pengawasan digital berbasis perilaku; dan (3) pendekatan kebijakan publik untuk mengarahkan kemanfaatan dana “tak bertuan”.
Dengan tiga pendekatan ini, rekening dorman dapat berubah dari ruang gelap penuh risiko menjadi ruang terang penuh manfaat sekaligus membangun ekosistem keuangan Indonesia dapat menjadi lebih aman, berkeadilan, dan bermaslahat. Menyelamatkan rekening dorman berarti langkah strategis menyelamatkan kepercayaan publik dalam jangka panjang.









