Poin Penting
- Bank Indonesia akan meluncurkan surat berharga berdenominasi rupiah dengan suku bunga mengambang BI-FRN.
- BI-FRN berfungsi sebagai instrumen operasi moneter pro-market guna mendorong pasar Overnight Index Swap (OIS) sebagai sarana lindung nilai suku bunga berbasis suku bunga overnight.
- Dengan BI-FRN sebagai underlying asset, BI berharap transaksi lindung nilai semakin luas, transparansi meningkat, dan stabilitas pasar uang nasional makin terjaga.
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan BI-FRN (Floating Rate Note) atau surat berharga dalam mata uang rupiah pada 17 November 2025.
Penerbitan ini bertujuan untuk mengembangkan pasar uang dan membentuk struktur suku bunga yang lebih transparan di Indonesia.
BI FRN adalah surat berharga dalam bentuk rupiah dengan suku bunga mengambang, artinya bunga dapat naik atau turun sesuai kondisi pasar.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Agustina Dharmayanti mengatakan, BI-RFN merupakan instrumen Operasi Moneter (OM) pro market guna mendukung pendalaman pasar uang dalam rangka mendorong pengembangan Overnight Index Swap (OIS) market berbasis INDONIA (Indonesia Overnight Index Average).
Adapun OIS merupakan instrumen lindung nilai suku bunga melalui pertukaran dua jenis pendapatan dari suku bunga yang berbeda, yaitu suku bunga tetap dan mengembang berbasiskan suku bunga Overnight.
Instrumen ini dirancang khusus bagi bank atau perusahaan non-bank yang memiliki aset berbunga mengambang, sehingga mereka bisa melindungi nilai asetnya melalui pasar Overnight Index Swap (OIS).
Baca juga: Survei BI: Penjualan Properti Lesu, Pembelian Rumah Masih Didominasi KPR
“Kita menerbitkan BI-FRN untuk mengembangkan Overnight Index Swap tadi, ketika bank-bank sudah memiliki aset dengan suku bunga mengambang, dia akan merasa perlu untuk lindung nilainya,” ujar Agustina dalam Media Briefing, Jumat, 7 November 2025.
Dia mencontohkan, jika suku bunga acuan turun menjadi 4 persen dalam 12 bulan ke depan, pemilik aset dapat menggunakan OIS untuk mengunci bunga tetap, misalnya 4,5 persen. Dengan begitu, hasil yang diterima lebih pasti meski kondisi suku bunga pasar berubah.
Namun, bagi perusahaan yang tidak memiliki aset berbunga mengambang, lindung nilai semacam ini kurang relevan. Namun bagi trader atau dealer, aktivitas lindung nilai bisa menjadi bagian dari strategi perdagangan mereka.
Sementara itu, Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Fitra Jusdiman, menjelaskan mekanisme perhitungan suku bunga BI FRN yang dihitung berdasarkan suku bunga overnight Indonesia ditambah margin tertentu.
Dia menjelaskan, nantinya bunga akan dibayarkan sekali di akhir tenor, misalnya setelah 12 bulan. Artinya, jumlah bunga yang diterima investor dapat berubah-ubah sesuai fluktuasi suku bunga pasar.
Misalnya, jika suku bunga awal Indonesia 4 persen dan margin 0,5 persen, total acuan adalah 4,5 persen. Namun, jika suku bunga turun selama tenor, hasil akhir bisa kurang dari 4,5 persen, dan sebaliknya, jika naik, hasil akhir bisa lebih dari 4,5 persen.
Baca juga: OJK Sebut Kinerja Pasar Modal Positif pada Oktober 2025, Ini Buktinya
“Adanya risiko fluktuasi suku bunga ini memicu pemegang instrumen untuk melakukan hedging melalui OIS,” ucap Fitra.
Dengan BI FRN sebagai underlying asset, pasar OIS diharapkan dapat berkembang, sehingga transaksi lindung nilai menjadi lebih luas dan pasar uang lebih stabil.
Pada tahap awal, BI FRN akan dijual kepada 20 dealer utama, kemudian diperluas ke bank lain dan institusi non-bank. Penerbitan instrumen ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar, sekaligus menyediakan acuan suku bunga yang jelas bagi pelaku pasar untuk pengambilan keputusan dan valuasi aset. (*)
Editor: Galih Pratama










