Poin Penting
- IHSG naik 0,12 persen ke level 8.347,24 pada pembukaan perdagangan, dengan total transaksi mencapai Rp264,12 miliar dari 361,96 juta saham yang berpindah tangan.
- Secara teknikal, IHSG diprediksi bergerak di rentang 8.200–8.350 dipengaruhi sentimen domestik; meski dua hari terakhir menguat.
- Wall Street terkoreksi akibat aksi profit taking saham teknologi, sementara ekonomi Tiongkok masih tertekan deflasi.
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu dibuka naik pada level 8.347,24 dari posisi 8.337,05 atau menguat 0,12 persen pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (7/11).
Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan pasar saham hari ini, sebanyak 361,96 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 47 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp264,12 miliar.
Kemudian, tercatat terdapat 83 saham terkoreksi, sebanyak 227 saham menguat dan sebanyak 294 saham tetap tidak berubah.
Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini diprediksi akan bergerak melemah pada rentang 8.200-8.350.
Baca juga: IHSG Berpotensi Kembali Menguat, Cek 4 Saham Rekomendasi Analis
“Pada perdagangan kemarin Kamis (6/11) IHSG ditutup menguat 0,22 persen atau naik 18,53 poin ke level 8.337. IHSG hari ini (7/11) diprediksi melemah dalam range 8.200-8.350,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, 7 November 2025.
Sentimen Dalam Negeri
Ia melihat pergerakan IHSG hari ini bakal dipengaruhi oleh sentimen dari dalam negeri, jika diakumulasi sejak awal tahun IHSG telah menguat 17,76 persen hingga 6 November 2026.
IHSG positif dalam dua hari beruntun, meskipun pada perdagangan kemarin investor asing outflow di seluruh pasar ekuitas Rp114,9 miliar (6/11). Outflow juga tercermin dari depresiasi nilai tukar rupiah JISDOR ke level Rp16.729 per USD (5/11).
Sementara itu, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal III 2025 naik 0,84 persen yoy, setelah pada kuartal sebelumnya plus 0,90 persen yoy.
Mayoritas pembiayaan menggunakan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 74,41 persen. Permintaan properti residensial belum sepenuhnya pulih di tengah masa transisi pemerintahan secara historis. Kondisi ini juga diakibatkan oleh iklim suku bunga tinggi dan lemahnya daya beli.
Sentimen Global
Adapun sentimen dari mancanegara, Bursa Wall Street kompak terkoreksi akibat aksi profit taking di saham teknologi. Indeks Nasdaq turun 1,90 persen dan S&P 500 melemah 1,12 persen (6/11).
Pelaku pasar khawatir kondisi overvalue dari perusahaan AI dan semikonduktor memiliki pertumbuhan di bawah ekspektasi ke depan.
Dari Asia, pelaku pasar mencermati rilis data inflasi Tiongkok di akhir pekan. Pasalnya, pada September 2025 secara tahunan (yoy) deflasi di tingkat konsumen 0,3 persen.
Sedangkan, di tingkat produsen deflasi juga terjadi 2,3 persen. Kondisi ini berdampak negatif bagi kondisi ekonomi global termasuk menurunnya permintaan komoditas non migas. (*)
Editor: Galih Pratama










