3 Faktor Ini Jadi Pendorong Penguatan Saham Blue Chip

3 Faktor Ini Jadi Pendorong Penguatan Saham Blue Chip

Poin Penting

  • Sejak 16 Oktober hingga 3 November 2025, indeks LQ45 naik 8 persen, melampaui IHSG yang hanya naik 2 persen, didorong rotasi investor dari saham konglomerasi ke saham blue chip.
  • Stockbit menilai puncak pesimisme pasar telah terlewati; kinerja emiten kuartal III 2025 membaik, risiko revisi laba menurun, dan prospek pertumbuhan bank besar mulai positif.
  • Data makro menunjukkan perbaikan ekonomi (M2, kredit, PMI meningkat), disertai masuknya dana asing Rp7,2 triliun yang berpotensi berlanjut hingga akhir tahun.

Jakarta – Sejak penutupan bursa 16 Oktober 2025 hingga 3 November 2025, saham–saham blue chip mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Ini terefleksi pada penguatan indeks LQ45 sebesar 8 persen dibandingkan IHSG yang sebesar 2 persen.

Investment Analyst Lead Stockbit Sekuritas, Edi Chandren, mengatakan kondisi tersebut sesuai dengan proyeksi yang telah diterbitkan sebelumnya bahwa investor dapat merotasi atau melakukan rebalancing dari saham–saham konglomerasi ke saham–saham blue chip.

Saham-saham blue chip yang mengalami rotasi tersebut utamanya berasal dari sektor konsumer dan perbankan. Para investor dalam mengelola risk–reward portofolio, mempertimbangkan kenaikan harga saham–saham konglomerasi yang sudah masif dan tanda–tanda profit taking.

“Kami menilai bahwa kenaikan harga saham–saham blue chip masih dalam fase awal dan berpotensi melanjutkan penguatannya setidaknya hingga akhir 2025,” tulis Edi dalam risetnya di Jakarta, 4 November 2025.

Baca juga: Dana Asing Kembali Masuk Rp999,56 Miliar, Ini 5 Saham Terbanyak Diborong

Edi juga merinci tiga faktor utama yang mendorong rotasi sektor tersebut, antara lain:

Puncak Pesimisme Telah Terlewati

Secara umum, Stockbit melihat bahwa kinerja emiten–emiten pada kuartal III 2025 tidak seburuk kinerja pada kuartal sebelumnya dari sudut pandang perbandingan terhadap ekspektasi. 

Meski beberapa emiten masih mencatatkan kinerja di bawah ekspektasi, kali ini jumlahnya tidak sebanyak ketika rilis kinerja kuartal II 2025. 

“Kami menilai hal tersebut disebabkan oleh ekspektasi yang telah diturunkan sejak rilis kinerja kuartal 2025 yang relatif lemah,” imbuhnya.

Sebagai ilustrasi, sejak rilis kinerja kuartal II 2025, konsensus telah memangkas estimasi laba bersih untuk 2025 big banks sekitar 1–10 persen, dalam earnings call kuartal III 2025, manajemen big banks melihat prospek pertumbuhan yang lebih baik ke depannya dimulai dari kuartal IV 2025, seiring percepatan pertumbuhan kredit dan berlanjutnya penurunan Cost of Fund. 

“Oleh karena itu, kami melihat risiko pemangkasan estimasi kinerja pasca–kuartal III 2025 cenderung terbatas dan bahkan berpotensi direvisi naik seiring ekspektasi pemulihan ekonomi,” ujar Edi.

Tanda–tanda Perbaikan Ekonomi Mulai Terlihat

Beberapa data makro–ekonomi yang dirilis secara bulanan mulai menunjukkan tanda–tanda akselerasi ekonomi, seperti peningkatan uang beredar (M2) dan pertumbuhan kredit, serta Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia.

Pada September 2025, pertumbuhan M2 mencapai 8 persen yoy, menandai peningkatan pertumbuhan dalam empat bulan beruntun.

Sementara itu, pertumbuhan kredit pada September 2025 juga meningkat menjadi 7,2 persen yoy, menandai peningkatan pertumbuhan dalam 2 bulan beruntun.

Tidak hanya itu, S&P Global mencatat bahwa PMI manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 naik menjadi 51,2 dari September 2025 yang sebesar 50,4, menandai ekspansi aktivitas pabrik dalam tiga bulan beruntun. 

Menurut S&P Global, faktor utama peningkatan pada Oktober 2025 adalah percepatan pertumbuhan permintaan.

Baca juga: BEI Bakal Surati MSCI, Minta Penjelasan Penyesuaian Perhitungan Free Float Saham

Potensi Berlanjutnya Foreign Inflow

Sejak 17 Oktober 2025 hingga 3 November 2025, IHSG mencatatkan net foreign inflow sebesar Rp7,2 triliun pada pasar reguler, dengan hanya dua dari 12 hari perdagangan IHSG yang mencatatkan outflow. 

Dengan tren perbaikan ekonomi yang berlangsung, didorong percepatan belanja pemerintah pada akhir tahun dan tren penurunan suku bunga, Stockbit menilai foreign inflow masih berpotensi berlanjut. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Netizen +62