Poin Penting
- OJK dorong era Banking 5.0 dengan tiga pilar utama—Generative AI, Open Banking, dan Blockchain—yang akan menciptakan layanan perbankan lebih personal, aman, dan inklusif.
- Maybank Indonesia sejalan dengan arah OJK, tengah mengimplementasikan transformasi TI lanjutan dan membangun ekosistem Open Banking.
- Aspek keberlanjutan jadi sorotan, karena teknologi seperti AI berpotensi meningkatkan konsumsi energi.
Jakarta – Lanskap industri perbankan terus berubah ke arah yang lebih digital, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat kalau perbankan sedang menuju ke arah banking 5.0.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan banking 5.0 membuat layanan perbankan semakin customer-oriented dan dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan nasabah.
“Perubahan ini menunjukkan arah industri perbankan di Indonesia bukan hanya digitalisasi layanan, tetapi juga penciptaan ekosistem yang lebih aman, inklusif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern,” ujarnya kepada Infobanknews, dikutip Rabu, 29 Oktober 2025.
Menurutnya, setidaknya ada 3 teknologi yang akan menjadi pilar utama dari banking 5.0, yakni generative AI, open banking, dan blockchain. Ketiga teknologi ini saling melengkapi dan konvergen menuju perbankan digital yang terbuka, cerdas, dan terdesentralisasi.
Generative AI misalnya, mampu membuat inovasi produk keuangan, bahkan menghasilkan model bisnis baru. Kehadiran open banking juga akan memperluas jangkauan layanan, sekaligus membentuk ekosistem keuangan terbuka yang lebih kompetitif dan inovatif.
“Dan ada teknologi blockchain yang dapat diadopsi untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keamanan dalam settlement transaksi, smart contract, maupun pengelolaan identitas digital,” lanjut Dian.
Guna mempersiapkan bank di era banking 5.0, Dian menyebut kalau OJK tengah mematangkan regulasi supaya perbankan mampu menghadapi perubahan lanskap industri.
“Peranan OJK dalam mendorong transformasi digital perbankan dimulai dengan menempatkan percepatan digitalisasi sebagai salah satu pilar utama dari Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020–2025,” ungkapnya.
Ada juga Blueprint Transformasi Digital Perbankan yang menjadi kerangka strategis agar bank dapat berinovasi tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. OJK juga menerbitkan Panduan Resiliensi Digital.
“Panduan ini tidak hanya berfokus pada keamanan siber, tetapi juga memastikan bank mampu beradaptasi dan menjaga keberlangsungan operasional di tengah disrupsi,” kata Dian.
Terakhir, OJK sudah mempersiapkan Panduan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial untuk sektor perbankan dengan fokus pada transparansi dan keamanan data, inklusivitas, keberlanjutan, dan etika pemanfaatan AI, serta kejelasan dan ketahanan sistem.
Baca juga: Perkuat Tata Kelola Regulasi, OJK Ubah Nomenklatur SEOJK Jadi PADK
Tanggapan Pelaku Perbankan
Pandangan OJK akan era banking 5.0 diamini oleh PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia). Bambang Irawan, Direktur Teknologi Informasi (TI) Maybank Indonesia, melihat kalau tren banking 5.0 sebagai evolusi alami dari industri keuangan yang berorientasi pada human-centric digitalization.
“Kami sejalan dengan pandangan OJK bahwa Generative AI, Open Banking, dan Blockchain akan menjadi pilar utama dalam memperkuat daya saing industri perbankan nasional,” ungkap Bambang kepada Infobanknews.
Bambang berujar, Maybank Indonesia tengah mengimplementasikan sejumlah inisiatif berbasis teknologi secara bertahap dan terukur. Hal ini sejalan dengan misi bank, yakni “Humanising Financial Services”.
Menurut Bambang, Maybank Indonesia tengah memasuki transformasi TI lanjutan. Tujuannya yakni membangun berbagai kapabilitas berbasis TI yang diperlukan untuk mendukung berbagai inovasi produk dan transformasi digital.
“Pelaksanaan transformasi TI ini dilaksanakan dalam koridor prudential banking dan operational excellence serta memastikan tata kelola yang baik sehingga inovasi yang dijalankan tetap mematuhi seluruh aturan yang berlaku dan stabilitas operasional tetap terjaga,” imbuhnya.
Misal, Maybank Indonesia sedang membentuk ekosistem Open Banking melalui kolaborasi strategis mitra lain. Harapannya, mereka bisa memperluas akses layanan keuangan serta mendukung inovasi berbasis API yang aman dan sesuai regulasi.
Aspek Keberlanjutan
Namun begitu, kemajuan teknologi juga menimbulkan kekhawatiran berupa pemanasan global. Pengamat teknologi informasi Richardus Eko Indrajit menjelaskan, kalau teknologi macam AI memakan energi yang besar dan bisa berdampak negatif terhadap lingkungan.
Dampaknya mungkin belum terasa sekarang. Tetapi, jika ini terus berlanjut, Eko menilai kalau pemakaian teknologi ini akan memiliki efek negatif terhadap intermediasi perbankan, misalnya terhadap penyaluran kredit.
“Climate change berkaitan dengan direct financial risk. Ada bank yang punya kredit macet karena hutan terbakar. Ada lagi bank dengan kredit macet karena gagal panen. Padahal, dengan pengetahuan sekarang itu dengan AI sekarang itu gagal panen bisa diprediksi sebelumnya,” jelas Eko beberapa waktu lalu di Manado.
Investor, tambah Eko, juga punya kekhawatiran tersendiri terhadap perubahan iklim. Dewasa ini, semakin banyak investor yang tertarik menaruh investasi kepada bank yang memiliki komitmen untuk go green dan menekankan prinsip sustainability.
Untuk itu, Eko mengapresiasi langkah regulator seperti OJK dalam mendorong peraturan terkait konsep Environmental, Social, dan Governance (ESG). Ia menegaskan, bahwa teknologi bisa digunakan untuk keberlanjutan lingkungan.
“Teknologi bukan lagi menjadi sesuatu yang membuat kita lebih efficient, but more than that, and beyond that too. (Teknologi) itu menjadi enabler kita untuk bisa tetap sustainable,” tukasnya.
Baca juga: Implementasi ASEAN DEFA Ditargetkan 2026, Ekonomi Digital ASEAN Bisa Tembus USD2 T
Dorong Ekonomi DIgital
Dan pada akhirnya, transisi perbankan menuju banking 5.0 diharapkan mampu mendorong sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi digital, yang saat ini tengah berkembang.
Pada April 2025, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) sendiri memproyeksi pasar ekonomi digital dalam negeri akan tumbuh pesat di 2025 ini. Sebagai contoh, proyeksi transaksi ojek daringakan tumbuh menjadi Rp12,66 triliun di akhir 2025.
Sementara, transaksi e-commerce akan meningkat jadi Rp471 triliun di periode yang sama. CELIOS juga memproyeksi, transaksi travel secara daring akan mencapai Rp12,37 triliun di penghujung tahun. Dan, pembayaran digital seperti QRIS akan menyentuh angka Rp2.908,59 triliun. (*) Mohammad Adrianto Sukarso









