Lewat CTIS, BSSN Gandeng Industri Keuangan Cegah Serangan Siber

Lewat CTIS, BSSN Gandeng Industri Keuangan Cegah Serangan Siber

Poin Penting

  • BSSN mencatat 6,7 miliar anomali siber sejak Januari 2020 hingga Mei 2025, dengan 83,34% berupa malware.
  • Sektor keuangan jadi sasaran utama, kini serangan banyak lewat pihak ketiga atau rantai pasok (supply chain).
  • BSSN luncurkan CTIS sebagai wadah kolaborasi industri keuangan untuk berbagi informasi dan mencegah serangan siber.

Jakarta – Serangan siber kini menjadi ancaman nyata seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Dalam periode Januari 2020 hingga Mei 2025, Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) mencatat 6.728.381.246 anomali trafik internet.

Sebanyak 83,34 persen dari anomali tersebut berupa malware atau perangkat lunak berbahaya. Hingga Mei 2025, jumlah anomali yang terdeteksi telah menyentuh 2,07 miliar, tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Menanggapi kondisi tersebut, Deputi Keamanan Siber dan Perekonomian BSSN, Slamet Aji Pamungkas, mengajak para pelaku industri keuangan untuk terus memperkuat sistem keamanan siber.

Ia menegaskan bahwa BSSN senantiasa menjalin kolaborasi erat dengan sektor keuangan yang dinilai sangat rentan terhadap serangan digital.

“Kami intens sekali (berdiskusi) dengan teman-teman di sektor keuangan. Contohnya di perbankan, baik dengan Himbara atau Asbanda, juga dengan sektor keuangan lain. Sebagai contoh, tahun ini kami menghasilkan profil risiko keamanan siber untuk pasar modal Indonesia,” ujar Slamet dalam acara The Finance Executive Forum di ajang Top 20 Financial Institutions Award & Best CFO 2025 yang digelar Infobank Media Group di Bali Room, Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

Baca juga: Perkuat Ketahanan Siber, RINTIS Undang Mitra Jaringan PRIMA ke Bali

Slamet menambahkan bahwa pola serangan kini telah berubah. Jika sebelumnya menyerang langsung ke sistem utama pelaku industri, kini peretas lebih banyak menyasar pihak ketiga atau rantai pasok (supply chain).

“Yang terbaru, yang banyak terjadi menjelang Lebaran kemarin adalah serangan melalui pihak ketiga, supply chain. Perbankan memanfaatkan aplikasi dari pihak ketiga, dan itu ternyata menjadi salah satu sumber serangan terhadap sektor perbankan,” lanjut Slamet dalam forum bertajuk “Arah Kebijakan Fiskal: Akselerasi Sektor Keuangan dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonοmi”.

Peran Nyata BSSN

Untuk itu, Slamet menegaskan bahwa BSSN memiliki peran aktif dalam melindungi sistem keamanan siber industri keuangan melalui berbagai inisiatif. Salah satunya adalah Cyber Threat Intelligence Sharing (CTIS), wadah kolaboratif bagi pelaku keuangan untuk saling berbagi informasi dalam mencegah dan menangani serangan siber.

“Jadi, kalau satu bank terkena serangan siber, maka bank tersebut bisa memberikan informasi dan bagaimana cara penanganannya sampai sembuh dari serangan siber. Jadi, pada saat bank lain terkena serangan yang sama, kita bisa mendapatkan informasi,” kata Slamet.

Hingga kini, BSSN telah menjalin kerja sama dengan Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) dalam penerapan CTIS. Slamet berharap ke depan semakin banyak pelaku industri keuangan yang ikut terlibat, mulai dari bank swasta, fintech, hingga asuransi.

Baca juga: CFO Jadi Nakhoda di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Terakhir, Slamet menegaskan bahwa BSSN berkomitmen untuk merangkul dan mendampingi seluruh industri keuangan, bukan bersikap represif.

“Melalui forum ini, kami berharap bisa lebih mendekatkan diri lagi ke sektor keuangan. Jangan takut dengan BSSN, karena BSSN bukan dibentuk untuk represif tapi kami adalah mendampingi dan membina bapak, ibu sekalian,” tukasnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Netizen +62