Poin Penting
- Bank Indonesia mengakui penurunan suku bunga acuan 150 bps sejak September 2024 belum sepenuhnya diteruskan ke suku bunga perbankan.
- Suku bunga deposito satu bulan hanya turun 29 bps menjadi 4,52 persen, sementara suku bunga kredit turun 15 bps ke 9,05 persen hingga September 2025.
- BI menyiapkan kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial hingga 5,5 persen mulai 1 Desember 2025 untuk mendorong penurunan bunga kredit.
Bukittinggi – Bank Indonesia (BI) mengakui adanya permintaan special rate alias suku bunga tinggi dari sejumlah deposan membuat transmisi kebijakan BI Rate berjalan lambat, meski sudah dipangkas sebanyak 150 basis point (bps) sejak September 2024.
Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Irman Robinson menjelaskan, suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) special rate masih cukup tinggi sebesar 26,3 persen atau sekitar Rp2.549 triliun. Hal ini yang menjadi penyebab transmisi suku bunga perbankan cenderung terbatas.
Irman merinci, suku bunga deposito dengan jangka waktu satu bulan baru turun sebesar 29 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,52 persen pada September 2025, bahkan suku bunga kredit lebih lambat penurunannya hanya sekitar 15 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 9,05 persen pada September 2025.
“Ini tentunya harus kita dorong, karena kalau misalnya suku bunga special rate ini masih terus tinggi, tentunya akan membuat transmisi kebijakan BI Rate, tentunya akan berjalan lambat,” kata Irman dalam Pelatihan Wartawan di Bukittinggi, Jumat, 24 Oktober 2025.
Baca juga: BI Dorong Bank Percepat Turunkan Suku Bunga Kredit, Begini Respons BCA
Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo memandang penurunan suku bunga perbankan perlu terus didorong sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh dan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah di perbankan.
“Sehingga itulah efektivitas transmisi suku bunga maupun juga sinergititas ekspansi likuiditas moneter makroprudensial besar dengan penempatan dana oleh pemerintah di perbankan,” imbuhnya.
Menurutnya, penguatan kebijakan insentif likuiditas tersebut, bukan hanya mempercepat penurunan suku bunga kredit, namun juga bisa mendorong pertumbuhan kredit.
“Sinergitas dengan kebijakan fiskal untuk mendorong permintaan kredit agar undisbursed loan bisa digunakan dan kredit ke depan itu bisa ditangkap,” tandasnya.
Dalam hal itu, BI memperkuat kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) berbasis kinerja dan berorientasi ke depan. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Desember 2025, dengan insentif maksimum sebesar 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), naik dari sebelumnya 5 persen.
Baca juga: BI Masih Buka Ruang Pangkas Suku Bunga Acuan, Ini Pertimbangannya
Sementara, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar melaporkan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa terdapat rekening milik pemerintah yang meminta special rate alias suku bunga tinggi dalam penempatan dananya.
“Kami juga laporkan bahwa ada sejumlah rekening yang dimiliki oleh pemerintah justru juga meminta special rate. Ini perlu diketahui oleh Pak Menteri sebagai Bendahara Negara dan yang menjaga fiskal kita, supaya beliau tahu dan siapa saja,” kata Mahendra saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, dikutip Kamis, 23 Oktober 2025. (*)
Editor: Galih Pratama










