Menilik Potensi Besar Asuransi Syariah di Indonesia

Menilik Potensi Besar Asuransi Syariah di Indonesia

Poin Penting

  • Dengan lebih dari 230 juta penduduk Muslim, asuransi syariah Indonesia punya peluang pertumbuhan yang sangat luas.
  • OJK mewajibkan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk melakukan spin-off paling lambat akhir 2026, mendorong efisiensi dan tata kelola yang lebih kuat.
  • Dukungan demografi, regulasi, dan tren halal menjadikan Indonesia berpotensi menjadi pusat inovasi asuransi syariah dunia.

Jakarta – Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menyimpan potensi besar dalam pengembangan industri asuransi syariah. Dengan lebih dari 230 juta penduduk Muslim, negara ini memiliki basis konsumen yang sangat luas.

Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkapkan, industri asuransi syariah di Indonesia masih memiliki ruang tumbuh di tengah kondisi ekonomi yang sedang lemah. 

Menurut AASI, meski market share asuransi syariah yang masih kecil, justru menjadi indikator bahwa sektor industri ini punya ruang lebar untuk terus bertumbuh. 

"Opportunity industri asuransi syariah masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh walaupun tengah economypressure," ujar Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Achmad Kusna Permana, dalam keterangannya, Rabu, 15 Oktober 2025. 

Baca juga: Aset Asuransi Syariah per Mei 2025 Tumbuh 3,79 Persen, Ini Rinciannya

Ia juga mencatat meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan berbasis halal, didorong oleh literasi keuangan syariah dan perubahan preferensi generasi muda Muslim.

“Produk asuransi umum syariah yang meliputi perlindungan kendaraan bermotor, kesehatan, properti, hingga asuransi mikro, sesungguhnya memiliki ruang pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan pangsa pasar yang ada saat ini,” jelasnya.

Meski begitu, kontribusi asuransi syariah terhadap industri asuransi nasional masih rendah. Berdasarkan data Insurance Asia, pangsa pasar takaful di Indonesia turun dari 10,1 persen pada 2024 menjadi 8,4 persen pada awal 2025.

“Meski demikian, tren ini tidak lantas menutup peluang, melainkan memperlihatkan ruang yang bisa diisi oleh inovasi dan penguatan kelembagaan,” jelasnya.

Spin Off Unit Usaha Syariah

Regulasi pemerintah yang mengatur pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) menuntut pelaku industri untuk melakukan penyesuaian besar pada 2026.

OJK melalui POJK No. 11/2023 sendiri telah mengatur bahwa lebih dari 70 persen UUS harus melakukan spin-off paling lambat akhir 2026.

Baca juga: OJK Targetkan 50 Persen Asuransi Syariah Punya Produk untuk Industri Halal

Sementara, sisanya wajib mentransfer portofolio syariahnya ke entitas penuh. Aturan ini menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi entitas dengan modal terbatas.

Namun, regulasi tersebut sesungguhnya dapat menjadi momentum untuk memperkuat fondasi industri. Spin-off dan konsolidasi mendorong entitas syariah memiliki struktur keuangan yang lebih sehat, tata kelola yang lebih baik, serta ruang yang lebih luas untuk berinovasi. 

Achmad menilai, spin off unit usaha syariah merupakan langkah strategi yang baik. Menurutnya, aturan tersebut berdampak baik bagi perusahaan asuransi syariah, agen, hingga konsumen.

"Langkah strategi dari OJK yang meminta perusahaan asuransi syariah untuk spin off itu penting untuk bisa meyakinkan customer,” ujarnya. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan, pengalaman merger perbankan syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) membuktikan bahwa konsolidasi dapat menciptakan entitas yang lebih kuat dan berdaya saing.

“OJK tentunya akan melakukan pengawasan dan komunikasi dengan perusahaan atas realisasi rencana spinoff yang harus diselesaikan paling lambat pada Desember 2026, termasuk jika terdapat kondisi yang berpotensi menghambat pelaksanaan spin off,” bebernya.

Related Posts

News Update

Netizen +62