Poin Penting
- OJK Solo dorong BPR-BPRS tingkatkan pemahaman prospek perbankan 2026 serta berperan aktif memperluas akses keuangan masyarakat melalui layanan yang mudah dan terjangkau.
- Eko B. Supriyanto soroti empat fokus utama: penguatan analisis risiko kredit, efisiensi operasional, digitalisasi layanan, dan diversifikasi produk.
- Aset BPR Solo Raya tembus Rp11,67 triliun dan kredit Rp8,91 triliun dengan LDR 97,56 persen. Sementara BPRS catat FDR tinggi 114,90 persen dan NPF relatif rendah 7,77 persen.
Solo – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo resmi membuka seminar dengan tema “Prospek Perbankan Tahun 2026” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Solo Raya, Senin (13/10/2025) di Solo, Jawa Tengah. Acara ini dihadiri oleh sejumlah komisaris, direksi, dan praktisi perbankan.
Dalam sambutannya, Kepala Kantor OJK Solo, Eko Hariyanto menekankan pentingnya pemahaman mendalam mengenai prospek perbankan ke depan di tengah dinamika teknologi dan perubahan perilaku nasabah.
“Mari kita tingkatkan kapasitas dan pengetahuan kita agar mampu menghadapi tantangan yang ada, dan mengambil langkah yang tepat untuk meraih peluang yang tersedia,” katanya dikutip 14 Oktober 2025.
Baca juga: Industri BPR-BPRS Siap Bersinergi Bantu Pemerintah Salurkan Rp200 Triliun
Dia juga mendorong peran Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah dalam membantu masyarakat dalam mendapatkan akses keuangan yang lebih mudah dan terjangkau.
“Setuju, diharapkan BPR dapat berperan penting dalam membantu masyarakat dengan menyediakan layanan keuangan yang lebih mudah diakses dan terjangkau, terutama di pasar-pasar.” lanjutnya.
Di kesempatan yang sama, Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group, sebagai narasumber kunci memaparkan empat hal yang patut diperhatikan BPR di 2026. Salah satunya penguatan analisis risiko kredit untuk mitigasi potensil Non Performing Loan (NPL).
”BPR akan tetap menghadapi menu sehari-hari persoalan NPL,” ujar Eko B. Supriyanto.
Menurut catatan Infobank Institute, kata Eko, hal lain yang harus dicermati soal efisiensi operasional, digitalisasi layanan dengan untuk meningkatkan aksesibilitas dan diversifikasi produk.
”BPR hadir di komunitasnya. Jangan pergi ke mana-mana. Membangun komunitas jauh lebih penting dari soal pricing suku bunga di tengah bajak-membajak nasabah yang dilakukan bank umum,” lanjut Eko B Supriyanto.
Soal kinerja, Eko B. Supriyanto memproyeksikan pertumbuhan kredit BPR Solo Raya sebesar 9-11 persen pada 2026, lebih rendah dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10-12 persen.
Sementara Titon Darmasto, Ketua Perbarindo Solo Raya menambahkan, seminar ini diyakini sangat berguna untuk penyusunan Rencana Bisnis Bank (RBB) para pelaku industri BPR dan BPRS.
“Apalagi materinya lengkap dari makro perbankan sampai kondisi perbankan Solo dan sekitarnya,” kata Titon.
Baca juga: Dirut BPR Kanti Singgung Dana Rp200 T di Bank Himbara: Jangan Sampai Jadi Kanibalisasi
Kinerja BPR dan BPRS Solo
Kinerja BPR dan BPRS di wilayah Solo Raya hingga posisi Agustus 2025 terus melanjutkan tren positif.
Menurut data OJK Solo, total aset BPR Solo Raya mencapai Rp11,67 triliun, berkontribusi 24,49 persen terhadap total aset BPR di Jawa Tengah dan 5,61 persen secara nasional. Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp9,13 triliun.
Di sisi penyaluran kredit, BPR Solo Raya mencatatkan kredit sebesar Rp8,91 triliun. Adapun Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di level 97,56 persen, lebih tinggi dari rata-rata Jawa Tengah, namun lebih rendah dari nasional.
Sedangkan rasio NPL BPR Solo Raya tercatat sebesar 15,0 persen, dengan nominal NPL mencapai Rp1,34 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan rasio NPL BPR di Jawa Tengah, namun lebih tinggi dari rasio NPL nasional.
Untuk BPRS, total aset yang dikelola mencapai Rp1,46 triliun, menyumbang 35,47 persen dari portofolio aset BPRS Jateng dan 5,78 persen secara nasional. Sedangkan DPK BPRS berada di angka Rp1,01 triliun.
Pembiayaan yang disalurkan BPRS mencapai Rp1,16 triliun. Namun, Financing to Deposit Ratio (FDR) terpantau cukup tinggi, yaitu 114,90 persen, di atas FDR BPRS di tingkat Jawa Tengah maupun nasional.
Pada aset bermasalah, rasio Non Performing Financing (NPF) BPRS Solo Raya sebesar 7,77 persen dengan nominal Rp89,80 miliar. Rasio ini lebih rendah dibandingkan NPF BPRS di Jawa Tengah dan nasional. (*)
Editor: Galih Pratama










