Anggaran Rp335 Triliun MBG Picu Kekhawatiran Crowding Out, AEI Angkat Suara

Anggaran Rp335 Triliun MBG Picu Kekhawatiran Crowding Out, AEI Angkat Suara

Poin Penting

  • Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) menilai anggaran MBG sebesar Rp335 triliun berpotensi menimbulkan efek crowding out.
  • Belanja jumbo MBG dikhawatirkan mengurangi ruang fiskal sektor lain dan menekan pertumbuhan ekonomi serta penerimaan negara.
  • AEI juga soroti risiko non-fiskal seperti food waste, keracunan makanan, dan tingginya biaya logistik program.

Jakarta – Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) menilai anggaran jumbo program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dialokasikan sebesar Rp335 triliun dalam APBN 2026 berpotensi menimbulkan efek crowding out

Crowding out merupakan kondisi ketika belanja pemerintah yang besar justru mengurangi ruang investasi atau pengeluaran dari sektor swasta karena bersaing memperebutkan sumber daya ekonomi yang sama.

“Terkait dengan crowding out tadi ya, (anggaran) Rp335 triliun ini sangat-sangat besar. Walaupun dari total Rp335 triliun ini ada yang dicadangkan, tapi ini adalah pagu,” kata Perwakilan AEI, Vid Adrison kepada wartawan, di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 29 September 2025.

Baca juga: Aliansi Ekonom Indonesia Desak Program MBG Dihentikan Sementara

Vid menjelaskan bahwa anggaran sebesar itu berpotensi mengurangi ketersediaan dana untuk sektor lain dalam belanja pemerintah. Ia memperingatkan bahwa hal ini bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal serta menekan penerimaan negara.

“Artinya kalau sayang anggaran begitu besar, maka ketersediaan untuk anggaran yang lain itu akan berkurang. Itu bisa dikatakan bisa mengakibatkan pertumbuhan ekonomi, itu bisa sub optimal dan juga punya implikasi terhadap penerimaan negara,” ungkapnya.

Baca juga: AEI Sampaikan 7 Desakan Ekonomi ke Pemerintah, Ini Daftar Tuntutannya

Di sisi lain, tambah Vid, terdapat juga potensi negatif dari MBG di antaranya, meningkatkan limbah makanan (food waste), hingga terjadinya keracunan makanan di sejumlah wilayah.

“Fakta yang kita lihat adalah food poisoning (keracunan). Mungkin berapa lama dari MBG itu diproduksi sampai akhirnya dikonsumsi. Agar itu layak konsumsi itu kan membutuhkan storage delivery unit yang baik, kemudian di sekolah juga harus disimpan dengan baik, sehingga akhirnya bisa dimakan dengan layak. Nah, itu kan membutuhkan initial cost yang sangat besar,” tandasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62