Poin Penting
- Digitalisasi perbankan makin masif, namun dibarengi dengan meningkatnya serangan siber sejak masa COVID-19
- OJK menyoroti kelemahan sistem dan SDM perbankan, di mana kurangnya pemahaman terhadap serangan siber menjadi celah utama yang sering dimanfaatkan hacker.
- Penguatan regulasi dan roadmap terus dilakukan OJK, termasuk POJK 11/2022, SE OJK 29/2022, serta Roadmap Perbankan 2020-2025.
Jakarta – Perbankan di Tanah Air kian agresif mempercepat digitalisasi layanan, seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat akan transaksi cepat, aman, dan efisien. Namun, di balik kemudahaan yang ditawarkan digitalisasi, ada ancaman yang mengintai berupa serangan siber.
Hal tersebut diakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Yudi Permana, Plt Kepala Departemen Pengawasan Konglomerasi Keuangan (Direktur Eksekutif) OJK, serangan siber ke sektor perbankan mulai terasa sejak masa COVID-19. Di mana pada masa itu, masyarakat masif melakukan transaksi secara digital.
“Sejak COVID-19 terasa sekali bagaimana insiden siber meningkat, karena ada kebutuhan masyarakat untuk bertransaksi (digital) sehingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengeluarkan beberapa ketentuan untuk mempermudah, terutama perbankan untuk melayani nasabah secara digital,” kata Yudi dalam acara Infobank Connect Financial Inclusion 5.0 – Membangun Sistem Perlindungan Data Melalui Teknologi Digital yang diselenggarakan oleh Infobank Digital berkolaborasi dengan Synology di Ritz Carlton, Jakarta, 24 September 2025.
Menurut Yudi, masifnya serangan siber saat ini turut memunculkan sejumlah isu karena informasi masyarakat terhadap penggunaan digital belum merata.
“Oleh karena itu, OJK mengharapkan kepada perbankan untuk selalu mengedukasi nasabahnya. Karena pemahaman (soal serangan siber) ini menjadi titik terlemah dari kejadian seperti insiden siber,” jelasnya.
Selain mengedukasi nasabahnya, OJK juga meminta perbankan untuk memperkuat keamanan digital. Sebab, insiden serangan siber sendiri kerap menyasar kepada perbankan yang terlemah. Baik secara sistem maupun kurangnya pemahaman karyawan bank terhadap serangan siber.
“Nah, pemahaman pegawai bank tentang pentingnya keamanan sistem itu belum maksimal. Sehingga ini menjadi titik terlemah dalam konteks bagaimana backup-backup ini bisa masuk,” ujarnya.
Baca juga: Synology Ungkap Strategi Ketahanan Siber untuk Perkuat Data Industri Keuangan
Digitalisasi Perbankan
Yudi menjelaskan, digitalisasi di sektor perbankan bergerak ke arah open banking. Di mana, menyediakan Application Programming Interface (API) yang aman untuk berbagi data nasabah (data sharing) dan layanan keuangan dengan pihak ketiga (mitra) yang disetujui, sehingga memungkinkan inovasi, persaingan, dan layanan keuangan yang lebih baik bagi nasabah.
“Dengan adanya data sharing ini kemudian akan menjadi open finance. Tidak hanya di perbankan saja tapi di asuransi hingga sekuritas,” bebernya.
Serangan Siber
Di sisi lain, Yudi menyampaikan, insiden serangan siber di Tanah Air terjadi sebanyak 330,5 juta serangan sepanjang 2024. Sektor keuangan menempati posisi ke-empat bidikan para hacker. Melihat kondisi tersebut, OJK terus memperkuat industri keuangan, termasuk perbankan.
Salah satunya, memperbarui peta jalan pengembangan perbankan (Roadmap Perbankan 2020-2025) untuk lima tahun ke depan. Adapun fokusnya pada akselerasi digitalisasi dan penguatan ketahanan siber guna mengantisipasi peningkatan serangan siber di sektor keuangan.
Ada juga Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS (BPR-S) 2021-2025 yang bertujuan untuk mengembangkan industri BPR dan BPRS agar tumbuh sehat, berkelanjutan, dan memberikan kontribusi lebih nyata bagi perekonomian.
Baca juga: Antisipasi Ancaman Siber, Artajasa Dorong Perbankan Bangun Pertahanan Berlapis
Tak hanya itu, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2022 dan Surat Edaran OJK Nomor 29 Tahun 2022 yang mengatur manajemen risiko IT, tata kelola IT, serta mewajibkan bank melakukan simulasi serangan dan penetration test untuk meningkatkan keamanan siber.
“Kenapa roadmap ini berbeda-beda, karena dari roadmap yang ada pasti selalu ada pilar yang namanya akselerasi digital. Akselerasi digital inilah yang menjadi perhatian di sektor keuangan seperti perbankan,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama










