Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi akan segera mengumumkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
“KPK akan segera menyampaikan update (perkembangan, red.) penyidikannya termasuk menyampaikan pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dilansir ANTARA, Selasa, 16 September 2025.
Budi menjelaskan, pengumuman tersangka dilakukan setelah proses penyidikan awal, yang bermula dari surat perintah penyidikan (sprindik) umum.
“Artinya, saat dilakukan penyidikan pada tahap awal belum ada pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” terangnya.
Baca juga: KPK: Pejabat Eselon dan Swasta Paling Banyak Terjerat Kasus Korupsi
Sejumlah pihak dari Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), hingga asosiasi biro perjalanan haji telah diperiksa.
“Untuk apa? Untuk melihat konstruksi perkara ini secara utuh, yakni bagaimana diskresi terkait dengan splitting atau pembagian kuota tambahan yang kalau kami merujuk pada undang-undang, pembagiannya adalah 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Namun, fakta dalam perkara ini adalah dibagi 50 persen, 50 persen,” beber Budi.
Sebelumnya, KPK memulai penyidikan pada 9 Agustus 2025, setelah meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun dan melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Baca juga: KPK Belum Tetapkan Tersangka Kasus Kuota Haji, Ini Alasannya
Selain KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Salah satu poin yang disorot adalah pembagian kuota tambahan 20.000 orang dari Pemerintah Arab Saudi menjadi 50 persen haji reguler dan 50 persen haji khusus, berbeda dari ketentuan UU No. 8 Tahun 2019 yang mengatur 92 persen reguler dan 8 persen khusus. (*)










