Riset Celios Ungkap Jejak Tiongkok di RI Makin Merajalela, Ini Datanya

Riset Celios Ungkap Jejak Tiongkok di RI Makin Merajalela, Ini Datanya

Jakarta – Pengaruh Tiongkok di Indonesia semakin meluas ke luar Jakarta. Temuan terbaru Indeks Provinsi Tiongkok–Indonesia 2025 yang dirilis oleh Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa sepanjang periode 1 Agustus 2024 hingga 1 Agustus 2025, Beijing berhasil memperdalam jejaknya di lebih banyak provinsi, sektor, hingga lembaga lokal.

Laporan ini menunjukkan bahwa pengaruh Tiongkok tidak lagi hanya berpusat pada proyek-proyek besar nasional, melainkan juga masuk ke level provinsi dan masyarakat.

Riset Celios menggambarkan bagaimana sejumlah provinsi kaya sumber daya telah menjadi simpul penting bagi investasi Tiongkok di Indonesia, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara yang kini menjadi pusat pengolahan nikel dan industri hilir.

Sementara investasi Tiongkok pada proyek energi di Bengkulu dan Sumatra Selatan serta kawasan industri di Kalimantan Timur memperlihatkan bagaimana Tiongkok memperluas jangkauan investasinya ke sektor energi dan infrastruktur.

Di sisi lain, hubungan kebudayaan dan pendidikan di Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat juga menunjukkan strategi diplomasi Tiongkok melalui jalur humaniora untuk memperkuat kedekatan di masyarakat.

“Hubungan Indonesia–Tiongkok kini tidak lagi sebatas kesepakatan besar di Jakarta, tetapi semakin nyata di daerah. Dari tambang nikel di timur hingga kelas-kelas bahasa Mandarin di Jawa, pengaruh Tiongkok semakin berakar dalam keseharian masyarakat,” sebut Direktur China-Indonesia Celios, Zulfikar Rakhmat saat konferensi pers peluncuran laporan “2025 China-Indonesia Provincial Index” di Jakarta, Rabu, 10 September 2025.

Baca juga: DPR Wanti-Wanti Banjir Tekstil Tiongkok, Bukan AS

Dari delapan domain yang diteliti, ekonomi muncul sebagai ranah terkuat dengan skor 41,2 persen, mencerminkan besarnya bobot perdagangan, investasi, dan proyek infrastruktur Tiongkok.

Sumatra Utara menjadi provinsi dengan aktivitas ekonomi paling menonjol dengan tingkat persentase sebesar 83,3 persen, disusul Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur sebesar 66,67 persen. Sebaliknya, Sumatra Barat dan Papua Pegunungan mencatat nol aktivitas ekonomi.

Keterhubungan sosial berada di posisi kedua dengan 22,1 persen, ditopang jaringan diaspora, festival budaya, dan pertukaran masyarakat. Bali menempati posisi pertama dengan tingkat hubungan sosial antara RI dan Tiongkok terbesar, yakni 50 persen. Sumatra Utara menempati urutan berikutnya, yaitu 44,4 persen dan Jakarta 38,9 persen.

Indikator keterhubungan sosial menegaskan bagaimana interaksi sehari-hari membentuk persepsi warga lokal terhadap Tiongkok. Selanjutnya, ada ranah politik lokal sebesar 12,7 persen, dengan Sumatra Utara (40 persen) dan Jawa Tengah (32,5 persen) sebagai provinsi yang paling aktif menjalin kerja sama resmi dengan pihak Tiongkok, sementara Lampung, Jawa Barat, dan Jakarta (30 persen) juga menunjukkan lapisan keterlibatan signifikan.

Bidang akademik menjadi bidang terbesar keempat dengan kolaborasi RI-Tiongkok terbesar, yaitu 12,7 persen. Kerja sama pendidikan, beasiswa, dan kehadiran lembaga seperti Confucius Institute tampak menonjol di Sumatra Utara dan Jawa Timur (40,9 persen), disusul Jawa Barat (34,1 persen), Bali (31,8 persen), dan Yogyakarta (29,6 persen).

Sementara itu, kehadiran Tiongkok dalam bidang kerja sama penegakan hukum lebih terbatas, dengan skor 8,2 persen. Walaupun Bali dominan dengan skor 39,3 persen, kolaborasi penegakan hukum yang terjadi kebanyakan hanya terkait deportasi atau kasus hukum tertentu.

Selanjutnya, bidang teknologi mencatat 7,4 persen, dengan Lampung (39,3 persen), Jawa Barat (32,1 persen), dan Sulawesi Utara (28,6 persen) sebagai provinsi-provinsi teratas yang menjalin kolaborasi teknologi dengan Tiongkok. Namun, sebagian besar wilayah Indonesia timur nyaris tidak menunjukkan aktivitas Tiongkok di bidang ini.

Skor terendah berikutnya ditempati bidang kebijakan luar negeri subnasional yang hanya 3,6 persen, dengan Jawa Tengah paling tinggi, yaitu 25 persen. Sementara Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Bali mencatatkan 20 persen.

Media menjadi ranah terlemah dengan skor hanya 0,7 persen, di mana Sumatra Barat mencatatkan 13,6 persen, menjadi satu-satunya provinsi yang mencatat skor relatif signifikan. Sedangkan sebagian besar provinsi tidak menunjukkan aktivitas berarti.

Baca juga: Dampak Kebijakan Trump, Investasi Tiongkok Mengalir ke RI

Di kesempatan yang sama, Direktur China-Indonesia Celios, Zulfikar Rakhmat menyampaikan, di tengah konsolidasi strategi regional Xi Jinping dan arah baru politik Indonesia di bawah Prabowo, dinamika provinsi akan menjadi lapisan penting yang menentukan masa depan hubungan bilateral.

“Dengan memadukan data kuantitatif dan analisis kualitatif, Indeks Provinsi Tiongkok–Indonesia 2025 diharapkan dapat menjadi rujukan bagi semua pihak dalam memahami bagaimana strategi Beijing kini merambah ke tingkat lokal dan membentuk arah pembangunan Indonesia ke depan,” jelas Zulfikar.

Meski memberi peluang pembangunan, kehadiran ini juga memunculkan gesekan. Migrasi tenaga kerja, isu lingkungan, hingga kekhawatiran soal kedaulatan dan ketergantungan ekonomi menjadi perdebatan publik di berbagai daerah.

“Di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menekankan nasionalisme dan kedaulatan, tarik-menarik antara kebutuhan investasi asing dan kepentingan domestik diperkirakan akan semakin kuat,” pungkas Zulfikar. (*) Steven Widjaja

Related Posts

News Update

Netizen +62