Kredit Perbankan Melemah di April 2025, OJK Ungkap Penyebabnya

Kredit Perbankan Melemah di April 2025, OJK Ungkap Penyebabnya

Jakarta – Pertumbuhan kredit perbankan melambat menjadi 8,88 persen secara tahunan atau year-on-year (YoY) pada April 2025.  Angka ini melambat dibandingkan periode sama tahun lalu, yang tumbuh 13,09 persen YoY.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan loyonya pertumbuhan kredit. Salah satunya adalah dugaan bahwa perbankan lebih memilih memarkirkan likuiditasnya ke instrumen lain seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).

Namun, menurutnya, hal ini masih perlu dianalisis lebih lanjut, mengingat imbal hasil dari SRBI maupun SBN hanya di kisaran 6,5 persen hingga 7 persen. Artinya, pemberian kredit lebih memiliki return yang lebih tinggi dan masih menjadi tujuan utama perbankan.

“SRBI sekarang cuma kasih imbal hasil sekitar 6,5 hingga 7 persen. Padahal kalau kasih kredit, bisa dapat return lebih tinggi. Jadi logikanya, kredit tetap menjadi tujuan utama bank, karena lebih menguntungkan dalam jangka panjang,” ujar Dian dalam silaturahmi dengan wartawan, dikutip, Rabu, 4 Juni 2025.

Baca juga: Akselerasi Inklusi Keuangan di Pedesaan, Bank Mandiri Gandeng BUMDes dan UMKM Lokal

Dian mengakui, permintaan kredit sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi. Jika sektor riil belum ekspansif, maka permintaan kredit juga belum besar. Namun, berdasarkan dialog OJK dengan para direktur bisnis perbankan, kondisi ini hanya bersifat siklikal.

“Awal tahun biasanya melambat. Tapi akan bounce back di kuartal II dan III. Terlebih sekarang kondisi makro kita makin stabil,” jelas Dian.

Stabilitas Makroekonomi dan Likuiditas Masih Terjaga

Hal itu terlihat dari nilai tukar rupiah yang mulai stabil. Bank Indonesia juga sudah menurunkan suku bunga menjadi 5,5 persen, diikuti LPS yang menurunkan tingkat bunga penjaminan (TBP) simpanan bank.

Kemudian, dari sisi likuiidtas bank pada April 2025 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 111,32 dan 25,23 persen.

“Ini semua memberi ruang untuk pertumbuhan kredit. Dari sisi likuiditas juga tidak ada masalah. LDR (Loan to Deposit Ratio) kita masih sekitar 80 persen. Artinya masih ada ruang besar untuk ekspansi kredit,” bebernya.

Baca juga: BI Targetkan Indonesia Duduki Peringkat Pertama Ekonomi Syariah Global di 2029

Dian menyimpulkan bahwa yang saat ini dibutuhkan adalah mendorong sektor-sektor prioritas agar permintaan kredit bisa meningkat.

“Pemerintah juga sedang dorong perumahan rakyat, hilirisasi industri, dan UMKM. Itu semua bisa mendongkrak penyaluran kredit dalam waktu dekat,” imbuhnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62