Jakarta – Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) menyebut saat ini terdapat tiga instrumen pembayaran yang digunakan oleh masyarakat, yakni kartu kredit, kartu debit, dan, uang elektronik.
Direktur Eksekutif ASPI, Djamin Edison Nainggolan, mengatakan instrumen uang elektronik saat ini mendominasi sistem pembayaran. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan sudah menembus 800 juta akun.
“Ini menurut saya in line dengan tren pada saat ini yang di mana semua aktivitas dari konsumen ada di HP-nya. Ya jadi itu memang terlihat di sini dari uang elektronik server money,” ucap Djamin dalam Konferensi Pers di Jakarta, 5 Februari 2025.
Djamin menjelaskan, volume belanja uang elektronik pada November 2024 secara year to date (ytd) telah menguasai sebesar 85 persen, dibandingkan dengan volume belanja kartu debit 11 persen, dan volume kartu kredit 4 persen.
“Kartu kredit dan debit itu sendiri mulai menurun. Tapi kalau dilihat dari value, ya tahun lalu debit masih menguasai sekitar 40 persen. Tahun ini sudah dikalahkan oleh uang elektronik,” imbuhnya.
Baca juga: Hantu Pajak pada Uang Elektronik, Jangan Sampai Kembali ke “Zaman Batu”
Secara rinci, dari sisi total nominal belanja instrumen uang elektronik juga masih memimpin sebanyak 37,8 persen di November 2024. Kemudian, disusul oleh kartu debit 34,5 persen, dan kartu kredit 27,7 persen.
Ia menambahkan peningkatan volume dan nominal belanja dari uang elektronik didukung oleh kemudahan yang ditawarkan. Umumnya, memang digunakan untuk melakukan transaksi yang lebih kecil dibandingkan kartu debit dan kartu kredit.
“Karena preference, karena kalau orang bilang saya mau nge-limit nanti daripada kartu debit, kartu kredit saya di-takeover kayak tadi ya, mungkin saya tahu risikonya. Ini hanya uang elektronik juga meskipun limit-nya Rp2 juta saldonya paling Rp300 ribu seperti dompet kita,” ujar Djamin.
Melonjaknya volume dan transaksi uang elektronik, apakah menjadi tantangan bagi kartu debit dan kartu kredit?
Menurut Djamin, uang elektronik bukan menjadi sebuah tantangan bagi instrumen pembayaran lain, tetapi perkembangan ketiga sistem pembayaran tersebut nantinya akan melengkapi satu sama lain. Ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Bos Artajasa Beberkan 3 Tantangan Bisnis Pembayaran Elektronik di Era Digital
“Jadi kalau debit purpose-nya orang kenapa pakai debit? Mungkin karena memang untuk ticket size-nya lebih tinggi dibandingkan dengan uang elektronik. Kalau kartu kredit kan kayak ini promosi, jadi kayak lifestyle, travel, jarang lah pakai uang elektronik, ya kalau nggak punya kartu kredit ya pakai kartu debit,” tambahnya.
Oleh karenanya, ia mengimbau kepada masyarakat yang menggunakan instrumen uang elektronik tentu harus siap dengan segala risikonya yang memiliki sifat seperti dompet yang bisa hilang di mana saja.
“Karena memang untuk transaksi yang kecil-kecil buat pemakai dia perlu kenyamanan dan kemudahan. Kalau nanti dibuat ribet ya mendingan pakai kartu kredit atau kartu debit yang ada loyaltinya, seperti itu,” kata Djamin. (*)
Editor: Galih Pratama










