Jakarta – Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula, mengungkapkan bahwa di tengah kekhawatiran pasar terhadap potensi kebijakan-kebijakan AS mendatang, potensi pemangkasan suku bunga pada 2025 masih tetap terbuka.
“Diperkirakan perekonomian global akan memasuki siklus moderasi pertumbuhan dan pelandaian inflasi, sehingga penurunan suku bunga dapat berlanjut,” katanya, dalam keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
Ia menilai bahwa dampak kebijakan Trump terhadap inflasi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS tampaknya belum akan terasa pada tahun depan. Oleh karena itu, The Fed masih memiliki peluang untuk melanjutkan pemangkasan Fed Funds Rate (FFR).
Baca juga : Rupiah Diperkirakan Menguat Terbatas Jelang Pertemuan FOMC The Fed
“Saat ini, besaran pemangkasan FFR memang lebih konservatif, namun ekspektasi pasar akan selalu dinamis mengikuti data dan sentimen terbaru yang muncul,” jelasnya.
Pasar Domestik
Ezra menambahkan bahwa Indonesia juga tidak luput dari tantangan global tersebut.
Oleh sebab itu, dukungan dari sisi fiskal sangat diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada 2025, terutama dalam menjaga stabilitas rupiah dan menghadapi potensi pelemahan ekspor akibat kebijakan tarif AS.
Pada tahun depan, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan lebih berhati-hati dalam melanjutkan pemangkasan suku bunga sambil tetap berfokus pada stabilisasi nilai tukar.
“Namun dari sisi yang lain, perang tarif ini berpotensi memicu peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia,” bebernya.
Baca juga: Bank Emas di Indonesia: Peluang untuk Perbankan dan Institusi Keuangan Non Bank?
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kontribusi FDI dari China dan Hong Kong meningkat dari 17 persen dari total FDI Indonesia pada 2016 menjadi 28 persen pada 2023.
Menilik data terkini, komitmen investasi di sektor teknologi tinggi (AI, baterai EV, carbon capture) juga menggembirakan dan diharapkan mendukung pengembangan industri domestik dan memberi nilai tambah lebih.
Terkait perekonomian, upaya meningkatkan konsumsi dan daya beli tetap menjadi fokus utama. Sebagai negara dengan ekonomi yang berorientasi domestik, Indonesia memiliki ketahanan terhadap risiko perlambatan ekonomi global.
Baca juga: Petrosea Catat Obligasi dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan Tahap I Rp1,5 Triliun
Kebijakan pemerintah untuk mendorong konsumsi diharapkan dapat menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada 2025.
“Jika angka inflasi domestik masih rendah potensi pemangkasan BI Rate sangat terbuka, peluang ini diperkirakan mampu membawa efek positif bagi aset finansial salah satunya instrumen obligasi,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra