Jakarta – Pemberontakan di Suriah berhasil mengulingkan Presiden Bashar al-Assad pada Minggu, 8 Desember 2024. Ini mengakhiri kekuasaan al-Assad yang berkuasa selama lebih dari dua dekade.
Menurut sejumlah laporan, Assad telah meninggalkan Damaskus. Dia dan keluarganya diklaim berada di Moskow. Laporan tersebut juga mengatakan Assad dan keluarganya diberi suaka oleh Rusia.
Merespons hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan pihaknya menegaskan bahwa Moskow tidak ikut serta dalam pembicaraan mengenai kepergiannya. Sebagai hasil negosiasi antara Bashar al-Assad dan sejumlah pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di wilayah Republik Arab Suriah.
Masih menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, Assad memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan presiden dan meninggalkan negara itu, memberikan instruksi untuk pengalihan kekuasaan secara damai.
“Rusia tidak ikut dalam negosiasi ini,” kata kementerian tersebut dikutip VOA Indonesia, 9 Desember 2024.
Moskow sangat khawatir dengan kejadian di Suriah dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan, katanya.
“Kami mendesak semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dari penggunaan kekerasan dan menyelesaikan semua masalah pemerintahan melalui cara politik,” tulis pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia.
“Sehubungan dengan itu, Federasi Rusia berhubungan dengan semua kelompok oposisi Suriah”.
Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa Rusia telah menyiagakan pangkalan militernya di Suriah, tetapi hingga kini tidak ada ancaman serius terhadap mereka.
Sementara, Perdana Menteri Suriah, Mohammed Ghazi al-Jalali, mengatakan dia tetap berada di Damaskus. Dia juga siap membantu melakukan upaya yang terbaik demi rakyat Suriah.
Dia juga menginginkan adanya pemilihan umum yang bebas di Suriah untuk menentukan siapa pemimpin Suriah yang baru.
Baca juga: Donald Trump Tunjuk David Perdue jadi Duta Besar untuk China
Penyebab Bashar al-Assad Digulingkan Pemberontak
Melansir France24, tentara Assad telah menyusut drastis setelah 14 kali perang yang menewaskan lebih dari setengah juta orang. Perang juga telah menghancurkan perekonomian serta infrastruktur negara tersebut.
Pada awal perang, para pakar mengatakan kombinasi dari korban, pembelotan, dan penghindaran wajib militer menyebabkan militer kehilangan sekitar setengah dari 300.000 pasukannya.
Korupsi dan kehilangan semangat, militer terkejut ketika pemberontak tiba-tiba keluar dari benteng pertahanan mereka di provinsi Idlib pada 27 November 2024, dan hanya menemui sedikit perlawanan.
Diketahui, Assad sangat bergantung pada dukungan militer, politik, dan diplomatik dari sekutu utamanya, yakni Rusia dan Iran.
Tanpa mereka, rezimnya hampir pasti sudah runtuh jauh di awal perang. Dengan bantuan mereka, rezim tersebut berhasil merebut kembali wilayah yang hilang setelah konflik meletus pada tahun 2011.
Intervensi Rusia dengan kekuatan udara pada 2015 mengubah gelombang perang yang menguntungkan Assad. Namun belakangan ini, Rusia dan Iran juga mengalami pelemahan dalam hal militer.
Baca juga: Hanya Berlangsung 6 Jam, Status Darurat Militer Korea Selatan Dicabut
Di sisi lain, Hizbullah telah memindahkan banyak pejuangnya dari Suriah ke Lebanon selatan untuk berhadapan dengan Israel. Pertempuran tersebut menghancurkan kepemimpinan Hizbullah, dengan pemimpin lama kelompok tersebut Hassan Nasrallah, calon penggantinya, dan sejumlah komandan senior tewas dalam serangan udara Israel.
Sementara pada Minggu, saat pemberontak Suriah menyerbu Damaskus tanpa perlawanan, sumber mengatakan kelompok itu menarik sisa pasukannya dari pinggiran ibu kota dan wilayah Homs di dekat perbatasan. Hal inilah yang membuat Suriah di bawah Assad lemah dan mudah digulingkan oleh pemberontak. (*)