OJK Bandingkan Dana Pensiun RI dengan Negara Lain: Fokus pada Digitalisasi dan Pajak

OJK Bandingkan Dana Pensiun RI dengan Negara Lain: Fokus pada Digitalisasi dan Pajak

Bali – OECD/IOPS/OJK Global Forum on Private Pensions 2024, sukses digelar pada 19-20 November 2024 di Legian, Bali.

Forum industri dana pensiun (Dapen) internasional yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) serta International Organisation of Pension Supervisors (IOPS) ini membahas berbagai topik terkait dana pensiun, termasuk program untuk sektor pekerja informal.

OJK mengungkapkan bahwa pekerja informal di Indonesia mencapai sekitar 58 persen dari total pekerja. Namun, seluruh pekerja informal ini belum terjangkau oleh program dana pensiun.

Baca juga: Dipandang Ideal, OJK Targetkan Pertumbuhan Aset Dana Pensiun 10 Persen Tiap Tahun

Menyikapi hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa sejumlah negara telah menerapkan kebijakan dana pensiun yang mencakup berbagai segmen pekerja, termasuk pekerja informal.

“Kita itu ikut program pensiun karena perusahaan kita mengikut sertakan kita. Belum ada yang sukarela saya mau daftar untuk program pensiun. Nah, itu harus didorong,” ujar Ogi seusai acara Global Forum on Private Pensions 2024 di Bali, Rabu, 20 November 2024.

Ia menambahkan bahwa forum tersebut menjadi ajang pertukaran pengetahuan dengan negara-negara lain, termasuk Zimbabwe dan Kenya, yang telah menerapkan digitalisasi untuk menjaring pekerja informal ke dalam program dana pensiun.

Inovasi Digital dan Konsep Flexible Contribution

Zimbabwe dan Kenya, menurut Ogi, telah memiliki aplikasi yang memungkinkan individu mendaftar ke program dana pensiun. Selain itu, negara-negara tersebut juga telah menerapkan konsep flexible contribution, yang memungkinkan pekerja informal dengan pendapatan tidak tetap membayar iuran secara fleksibel.

“Jadi, flexible itu kalau punya uang, bayar iuran. Kalau tak ada, ya nggak apa-apa ditahan dulu (tunda pembayaran). Jika kita maunya yang reguler, yang gaji bulanan ada, nanti dipotong. Itu sih sudah biasa,” bebernya.

Baca juga: Rugikan Negara hingga Rp300 M, Erick Bongkar Penyelewengan 4 Dapen BUMN

Ogi optimistis bahwa jika Indonesia mengadopsi strategi serupa, jumlah peserta dana pensiun dapat meningkat signifikan dari 28 juta orang saat ini. Total aset dana pensiun, yang saat ini berada di angka Rp1.500 triliun, juga berpotensi melonjak.

Perbandingan dengan Negara Lain

Sebagai perbandingan, Ogi menyebutkan bahwa total aset dana pensiun India mencapai Rp8.000 triliun, tujuh kali lipat lebih besar daripada Indonesia, meskipun jumlah penduduk India hanya lima kali lipat lebih banyak.

“Kalau jumlah penduduk India 1,4 miliar dan kita 275 juta. Jumlah penduduk lebih besar India lima kali lipat, tapi akumulasi dana pensiunnya tujuh kali lipat lebih besar mereka,” sebut Ogi.

Baca juga: Jangkau Sektor Informal, OJK: Pentingnya Harmonisasi Dapen Sukarela dan Wajib

Ia menerangkan, India telah menerapkan kombinasi skema defined benefit (manfaat pasti) dan defined contribution (iuran pasti) melalui skema Unified Pension Scheme. Bahkan, India telah meluncurkan program dana pensiun untuk anak-anak.

Untuk mengejar ketertinggalan, Ogi menekankan perlunya kolaborasi semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, kementerian terkait, dan sektor swasta.

“Jika itu bagian pembuat kebijakan, maka itu adalah (porsi) pemerintah. Lalu, ini harus tenaga kerja, maka itu Kementerian Tenaga Kerja. Kemudian, ada Kementerian Keuangan untuk pekerja ASN. Ada lagi swasta bagi pekerja formal, kita perlu edukasi perusahaan karena kalau dinaikkan iurannya 1 persen saja sudah ramai. Sensitif kan,” jelasnya.

Perlunya Insentif Pajak

Ogi juga menyoroti pentingnya insentif pajak untuk mendorong partisipasi dalam program dana pensiun.

“Perbedaan tabungan untuk pensiun di perbankan dengan di lembaga dana pensiun adalah pajak. Bila di bank di-treatment sebagai tabungan di mana hasil bunganya kena pajak. Nah, jika di lembaga dana pensiun seharusnya tidak kena pajak,” tegasnya.

Baca juga: Heboh Temuan BPK Soal Dana Pensiun Rp567 Miliar Belum Cair, Begini Penjelasan BP Tapera

Ogi membandingkannya dengan kebijakan program dana pensiun di Tiongkok yang melakukan penghapusan pajak atau tax incentive personal saving. Selain itu, Tiongkok juga telah menerapkan flexible contribution di program dana pensiun mereka.

“Jadi, kita tengah dorong Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) untuk membuat produk yang menghapuskan pungutan pajak,” ucapnya.

Sebagai contoh, Tiongkok telah menerapkan insentif pajak pada tabungan pensiun pribadi serta flexible contribution dalam program mereka.

Dengan kebijakan itu, jumlah peserta dana pensiun di Tiongkok telah mencapai 1 miliar orang untuk program wajib, 80 juta untuk sektor korporasi, dan 60 juta untuk program individu dan swasta.

“Kalau kita ada ide-ide baru di program dana pensiun, saya melihat annual growth aset dana pensiun kita bahkan bisa melebihi 10 persen, seperti India yang tumbuh 13 persen,” pungkas Ogi. (*) Steven Widjaja

Related Posts

News Update

Top News