Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, emiten tekstil legendaris di Tanah Air telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Keputusan ini tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon.
Berdasarkan keputusan tersebut, tentu menimbulkan pertanyaan terkait dengan nasib karyawan Sritex yang jumlahnya tercatat sekitar 14.138 orang pada akhir Desember 2023.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi, mengatakan kondisi tersebut memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara peluang Sritex untuk membayarkan pesangon kepada karyawannya sangat kecil, dikarenakan saat ini utang yang dimiliki Sritex lebih besar dibandingkan nilai aset yang dimiliki.
“Yang saya dapat informasi di atas sebelumnya itu kan utang Sritex itu kurang lebih sekitar Rp25 triliun. Kemudian nilai asetnya itu kurang lebih sekitar Rp15 triliun. Artinya kan lebih besar utangnya. Nah ketika kondisinya seperti ini maka kecil kemungkinan pekerja akan mendapatkan haknya sesuai dengan aturan yang berlaku,” ucap Ristadi kepada Infobanknews di Jakarta, 24 Oktober 2024.
Baca juga: Perusahaan Tekstil Sritex Resmi Dinyatakan Pailit
Lebih lanjut, Ristadi menjelaskan bahwa, berdasarkan pengalaman pribadinya menangani salah satu pabrik di Bandung yang juga mengalami pailit, kebijaksanaan kurator hanya memberikan hak pesangon kepada karyawannya sebesar 2,5 persen dari yang seharusnya.
“Dan ada beberapa case lainnya yang tidak dapat pesangon sama sekali karena asetnya yang dijual tidak cukup untuk membayar hutang-hutang dari para kreditur lainnya,” imbuhnya.
Meski telah berdiri sejak 1966 dan memiliki sejarah panjang kesuksesan, Sritex mulai menghadapi masalah keuangan yang serius pada tahun 2021 disaat masa pandemi Covid-19
Hal itu ditandai dengan utang perusahaan yang terus menumpuk, di mana total liabilitas tercata mencapai sebesar Rp24,3 triliun per September 2023. Tidak hanya utang, saham Sritex pun ikut disuspensi sejak Mei 2021 akibat keterlambatan pembayaran bunga dan pokok MTN (Medium Term Notes).
Baca juga: Profil dan Sejarah Sritex: Dari Raksasa Tekstil hingga Dinyatakan Pailit
Adapun, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSFI), Redma Gita Wirawasta, menyatakan, kepailitan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi di Tanah Air.
“Kondisi makro yang menjadi penyebab banyaknya pabrik yang berguguran selama dua tahun terakhir,” ujar Redma. (*)
Editor: Galih Pratama