Jakarta – Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah rasio non performing loan (NPL) yang mencapai double digit. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan OJK), rasio NPL BPR sebesar 11,49 persen per Juli 2024, naik 1,36 persen dibanding pada Juli 2023.
Menurut Firman A Moeis, Direktur Utama BPR Intidana, kenaikan NPL industri BPR yang mencapai double digit tersebut salah satu penyebabnya adalah berakhirnya kebijakan relaksasi kredit Covid-19. Hal ini juga berdampak pada rasio NPL BPR Intidana. Per Agustus 2024, posisi NPL gross BPR Intidana berada di level 12 persen.
“Kita juga jadi terpengaruh (dicabut relaksasi kredit Covid-19), sehingga kita punya NPL juga double digit, yakni 12 persen di Agustus 2024,” ujar Firman dalam acara Launching Mobile Banking Intidana baru-baru ini.
Baca juga: Permudah Layanan, BPR Intidana Sukses Makmur Luncurkan Mobile Banking
Rasio NPL tersebut, lanjut Firman, jadi concern perseroan. Memang tidak mudah untuk mengatasi NPL, namun sejumlah jurus telah disiapkan. Saat ini, BPR Intidana tengah memperkokoh team collection dengan merekrut Sumber Daya Manusia (SDM) yang sudah memiliki pengalaman dalam melakukan penagihan, termasuk juga dengan level pimpinannya.
“Kita hire tim colection yang rata-rata punya pengalaman 30 tahun. Head-nya atau key person-nya kita hire juga. Kita lakukan ini secara intens,” jelasnya.
Dari sisi intermediasi, lanjut Firman, perseroan kini juga lebih selektif untuk menyalurkan kredit kepada nasabah. Mayoritas pembiayaan BPR Intidana adalah sektor produktif dengan fasilitas pinjaman hingga Rp5 miliar ke atas.
“Nah saat ini, kita ekstra hati-hati dalam menyalurkan kredit. Sementara ini, kita mengubah portofolio kredit, yang tadinya kita main di atas Rp5 miliar ke atas, sekarang kita batasin di angka Rp5 miliar. Berdasarkan data kita, pinjaman Rp3-5 miliar, kecil sekali menyumbang NPL,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut Firman, pihaknya coba memberikan restrukturisasi kredit kepada nasabah yang bermasalah secara cash flow. Nasabah yang mendapatkan ‘keringanan’ kredit ini tentunya disesuaikan dengan ketentuan OJK.
“35 persen penyumbang NPL kita berasal dari sektor perdagangan. Nah, restrukturisasi ini untuk penyelamatan mereka, secara cash flow. Nanti teknisnya, apakah kita lakukan perpanjangan tenor angsuran, atau adjust bunganya lebih kecil. Supaya mereka bisa nafas lagi. Langkah-langkah ini yang kita lakuin (tekan NPL),” ujarnya.
Baca juga: Ketentuan Pemenuhan Modal Minimum BPR Perlu Direlaksasi, Ini Alasan Urgentnya
“Makanya, saat ini kredit kita berada di bawah sedikit posisi DPK per Agustus 2024 yang mencapai Rp1,3 triliun, sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) ada di level 98 persen per Agustus 2024,” tambahnya.
Dengan upaya tersebut, Firman yakin bahwa NPL BPR Intidana bisa ditekan. Dia pun memproyeksikan, rasio NPL hingga akhir tahun bisa mencapai level 7 persen.
“Proyeksi di akhir tahun adalah 7 persen. Kita pede, sudah ada beberapa yang kita sudah selesaikan, melalui negoisasi, penjualan aset dan lainnya,” tutupnya. (*)