Oleh Paul Sutaryono, Pengamat Perbankan, Assistant Vice President BNI (2005-2009), Staf Ahli Pusat Studi Bisnis (PSB), Universitas Prof. Dr. Moestopo dan Advisor Pusat Pariwisata Berkelanjutan Indonesia (PPBI), Unika Atma Jaya
UNDANG-UNDANG (UU) Nomor 11 Tahun 2020 pasal 50 dan 185 huruf b tentang Cipta Kerja menitahkan pemerintah membentuk Kementerian Perumahan dan Perkotaan atau segera merealisasikan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) (Kompas, 7 Mei 2024). Pembentukan BP3 itu bertujuan untuk mengatasi kekurangan rumah (backlog) yang kini mencapai 9,9 juta unit pada 2023 (Susenas, 2023) yang turun dari 12,7 juta unit pada 2022. Apa saja faktor kunci keberhasilan (key success factors) yang wajib dipenuhi dalam membentuk BP3?
Karena itu, Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 efektif 2 Februri 2021 tentang BP3. BP3 adalah badan yang dibentuk pemerintah pusat untuk mempercepat penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah wajib membentuk BP3 dalam waktu 2 tahun. Namun hingga kini, pemerintah belum melaksanakannya.
Aneka Faktor Kunci Keberhasilan
Di sinilah diperlukan diskresi atau terobosan untuk mempercepat pembentukan BP3. Lantas, apa saja faktor kunci keberhasilan yang wajib dipenuhi?
Pertama, sesungguhnya backlog telah turun dari 13,6 juta pada 2013 menjadi 12,7 juta unit pada 2022 dan 9,9 juta unit pada 2023. Penurunan itu didukung Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Presiden Jokowi pada 29 April 2015. PRS merupakan gerakan percepatan dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku pembangunan perumahan dalam menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat.
Untuk target 2024, menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) telah mencapai 79.568 unit per Februari 2024. Jumlah itu setara 7,63% dari total target nasional yang meliputi capaian pembangunan rumah bagi MBR sebesar 61.906 unit dan non MBR 17.662 unit. Capaian itu naik 46,10% dari 42.885 unit pada Februari 2023.
Bagaimana mana realisasi PRS pada 3 tahun terakhir? PRS mencapai 1.217.794 unit atau 121,78% dari target pada 2023. Pada 2022, PRS mencapai 1.117.491 unit (111,75% dari target). Angka itu naik 1,07% dari 1.105.707 unit (110,57%) pada 2021.
Baca juga: Temui Airlangga, Pengusaha Minta UU Tapera Direvisi
Kini pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memasang target penyediaan rumah 3 juta unit per tahun atau 3 kali lipat dari PRS. Sungguh, target itu tantangan berat bagi Prabowo-Gibran!
Target tersebut sudah semestinya menantang (challenging) namun rasional (reasonable) dan terukur (measurable). Apalagi harap catat bahwa kebutuhan rumah akan terus meningkat sekitar 800.000 unit rumah setiap tahun.
Kedua, oleh karena itu, pembentukan BP3 itu memang mendesak untuk segera dilaksanakan. Pembentukan BP3 bertujuan untuk mempercepat penyediaan rumah umum, menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR, menjamin tercapainya asas manfaat rumah umum dan melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah umum dan rumah khusus.
Bagaimana organisasi BP3? Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2021 menetapkan susunan organisasi BP3 terdiri atas Dewan Pembina, Dewan Pelaksana dan Dewan Pengawas.
Dewan Pembina terdiri dari 4 orang: Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Dalam Negeri. Dewan Pelaksana yang bertanggung jawab kepada Dewan Pembina yang terdiri dari Kepala Badan Pelaksana dan paling banyak 4 direktur.
Sementara itu, Dewan Pengawas meliputi 5 unsur: kementerian teknis, akademisi, asosiasi profesi, pengembang perumahan dan masyarakat. Ketua Dewan Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Dewan Pengawas melalui mekanisme internal Dewan Pengawas.
Susunan Dewan Pengawas itu suatu kebijakan baru. Tampaknya baru kali ini pemerintah mengikutsertakan masyarakat dalam Dewan Pengawas. Sayangnya, tak ada penjelasan siapa yang dimaksud dengan masyarakat.
Ketiga, UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian efektif 17 Oktober 2014 telah menitahkan adanya program penjaminan polis yang dibentuk paling lama 3 tahun sejak UU itu diundangkan (pasal 53). Itu berarti paling lama pada 17 Oktober 2017, pemerintah wajib membentuk program penjaminan polis tersebut. Namun hingga 2023, lembaga penjamin polis asuransi itu belum terbentuk.
Untuk itu, DPR mengambil inisiatif melalui UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (P2SK) untuk memperluas wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan menjamin polis asuransi. Buahnya, LPS bukan hanya menjamin dan melindungi dana masyarakat di bank tetapi juga polis asuransi. Rencana pembentukan lembaga penjamin polis asuransi itu menyusul munculnya aneka kasus perasuransian.
Keempat, dengan mengacu pada perluasan wewenang LPS itu, DPR dapat pula menitahkan Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk melakukan transformasi menjadi BP3. Mengapa?
Lantaran, cara itu lebih ekonomis, cepat dan praktis daripada membentuk badan baru BP3 dengan anggaran yang juga bersumber dari APBN. Lagi pula, BP Tapera memiliki wewenang, tugas dan fungsi yang mirip BP3.
Kelima, oleh karena itu, faktor apa saja yang patut dipertimbangkan? Satu, BP Tapera dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang efektif berlaku 24 Maret 2016.
BP Tapera memiliki fungsi untuk mengatur, mengawasi dan melakukan tindak turun tangan terhadap pengelolaan Tapera untuk melindungi kepentingan peserta. BP Tapera merupakan transformasi dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS).
Tapera dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat efektif 20 Mei 2020. Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
BP Tapera melayani dua program pembiayaan perumahan yakni layanan pembiayaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) peserta Tapera dan FLPP yang diperuntukkan bagi MBR. Dana Tapera bersumber dari simpanan peserta Tapera sedangkan dana FLPP bersumber dari APBN.
Dua, organisasi BP Tapera mirip dengan BP3 di bawah Dewan Pembina yang meliputi 4 orang. Mereka adalah Menteri PUPR sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Dalam Negeri sebagai anggota.
Organisasi BP Tapera di bawah Komite Tapera yang terdiri atas 5 orang: Menteri PUPR sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan seorang dari unsur profesional yang memahami bidang perumahan dan kawasan pemukiman sebagai anggota.
Tiga, terdapat pula Badan Pelaksana yang terdiri atas Kepala Badan Pelaksana dengan paling banyak 4 direktur. Hal itu mirip BP Tapera yang meliputi Komisioner dengan 4 deputi komisioner.
Keenam, namun organisasi BP Tapera perlu disempurnakan dalam beberapa hal. Satu, pada organisasi BP3 terdapat Dewan Pengawas sedangkan pada BP Tapera belum ada. Selama ini, BP Tapera diawasi OJK berdasarkan pada Peraturan OJK Nomor 20 Tahun 2022 tentang Pengawasan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat oleh OJK efektif 28 Oktober 2022.
Dua, untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi BP3 akan dibentuk Sekretariat BP3 yang secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Ketua Dewan Pembina melalui Sekretaris Dewan Pembina. Namun secara teknis fungsional, Sekretariat BP3 bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana. Sekretariat BP3 mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan administratif dan teknis fungsional kepada BP3.
Baca juga: Di Tengah Tantangan Pasar Perumahan, SMF Bidik Laba Bersih Rp472 Miliar di Akhir 2024
Kini BP Tapera belum memiliki semacam Sekretariat BP3 itu. Namun pemerintah telah membentuk Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan pada 25 Januari 2023. Hal itu sebagai langkah awal dalam menyelaraskan seluruh upaya pelaksanaan pemenuhan hunian agar berjalan optimal termasuk upaya-upaya pendanaan kreatif.
Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan itu merupakan wadah koordinasi antar-pemangku kepentingan (stakehoders) di sektor pembiayaan perumahan. Pembentukan ekosistem pembiayaan perumahan itu bertujuan untuk membuka jalan bagi terciptanya sebuah rencana kerja sama pengembangan sektor pembiayaan perumahan yang harmonis, efisien dan efektif.
Tiga, BP Tapera pun berperan sebagai Pusat Informasi Perumahan (Housing Information Center) yang didukung big data perumahan sebagai konsolidator pembiayaan perumahan.
Database itu menjadi output dalam membentuk Antrian Perumahan yang merupakan pengumpulan hingga pengolahan data kelompok peserta. Data itu merupakan data preferensi kebutuhan hunian dan menjadi bahan pertimbangan dalam penyediaan pembiayaan perumahan. Itu semua menjadi masukan bagi pemerintah pusat atau daerah dalam menyusun rencana strategis untuk menekan backlog.
Empat, BP Tapera perlu lebih meningkatkan penerapan tata kelola (GCG) yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. GCG itu bertujuan untuk memaksimalkan nilai-nilai perusahaan, meningkatkan kinerja, kontribusi perusahaan dan menjaga keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang.
Nah, ketika aneka faktor kunci keberhasilan itu telah terpenuhi dengan saksama, BP Tapera dapat melakukan transformasi menjadi BP3 dengan mulus. (*)