Jakarta – Calon presiden (capres) dari partai Republik Donald Trump dan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris bertemu dalam debat Pilpres AS, pada Selasa (10/9) malam setempat, atau Rabu (11/9) WIB.
Debat panas ini menjadi yang pertama antara Trump dan Harris dimulai dengan jabat tangan dan diakhiri dengan sikap saling serang keduanya yang menggambarkan sebagai pemimpin buruk yang tidak boleh dipilih.
Harris dan Trump saling adu mulut selama lebih dari 90 menit. Trump sendiri mencoba menggambarkan Harris sebagai kandidat sayap kiri yang akan menerapkan kebijakan perbatasan terbuka, melarang fracking, dan menyita senjata rakyat.
Baca juga : Lewat Program Ini, Donald Trump Bakal Pangkas Pajak Perusaahaan AS
Trump juga menghubungkan Harris dengan Presiden Joe Biden, dan menggambarkan mereka sebagai politisi yang pada dasarnya memiliki tipe yang sama.
“Inflasi terburuk yang pernah kita alami,” jelas Trump dikutip Al Jazeera, Rabu (11/9).
“Ekonomi yang mengerikan karena inflasi membuat segalanya begitu buruk. Dan dia tidak bisa lari dari itu,” kata Trump.
Tanggapan Harris
Harris pun langsung menanggapinya. “Jelas, saya bukan Joe Biden, dan saya tentu saja bukan Donald Trump. Yang saya tawarkan adalah kepemimpinan generasi baru untuk negara kita.” jelas Harris.
Harris pun langsung menyerang rencana kebijakan pajak Trump, di mana sebagai pajak penjualan yang akan membebani kelas menengah.
Baca juga : Cetak Rekor, Kamala Harris Kumpulkan Dana Kampanye Tembus Rp8,3 Triliun
Harris juga menuduh Trump memimpin “serangan terburuk terhadap demokrasi Amerika sejak Perang Saudara”. Hal ini merujuk pada kerusuhan di Capitol pada 6 Januari 2021.
Namun, momen paling memancing emosi Trump, makanala Harris menyindir penampilan Trump di rapat umumnya, dan mengatakan ada banyak orang kerap meninggalkan acara sebelum selesai.
Trump yang terlihat kian kesal, membela diri dengan mengatakan bahwa rapat umumnya jauh lebih besar daripada milik Harris.
Secara keseluruhan, jawaban-jawaban Harris lebih koheren dan terfokus dibandingkan tanggapan-tanggapan Trump, namun masih harus dilihat apakah kinerja debat tersebut akan mengurangi persaingan. (*)
Editor : Galih Pratama